Hingga saat ini, tamatan pendidikan vokasi lebih suka “menggantungkan nasib” menjadi pekerja/karyawan daripada mencoba menciptakan lapangan kerja. Dalam setiap kali angkatan kelulusan, para tamatan pendidikan vokasi dinilai belum mampu merebut peluang kerja yang tersedia.
Data statistik menunjukkan setiap tahun terjadi penambahan jumlah pengangguran yang sangat besar. Hal itu disebabkan tidak sebandingnya jumlah pencari kerja dan kesempatan yang tersedia. Kondisi ini diperparah dengan semakin besarnya angka PHK dari berbagai perusahaan akibat lesunya iklim usaha di sektor riil. "Ironisnya, sebagian besar pengangguran adalah para tamatan pendidikan vokasi dari berbagai bidang/program keahlian yang notabene disiapkan untuk menjadi calon tenaga kerja," jelas H. Sukiyat, Kamis (4/3), di Program Vokasi Teknik Mesin UGM. Pernyataan tersebut disampaikannya saat berlangsung seminar bertajuk "Wirausaha di Bidang Otomotif" yang digelar dalam rangkaian Mechanical Fair 2010.
Sebagai pengusaha body repair "Kiat Motor", Klaten, Sukiyat mengajak para lulusan program vokasi UGM untuk berani membuka usaha sejenis. Ia berharap para lulusan dapat menciptakan lapangan kerja, paling tidak untuk dirinya sendiri. Menurutnya, populasi mobil selalu meningkat dari tahun ke tahun. Mobil bukan lagi kebutuhan, tetapi sudah menjadi gaya hidup dan fashionable. "Mobil sebagai hobi atau koleksi menjadikan banyak kompetitor baru. Karenanya, harga produk mobil baru murah. Hal ini menjadikan perusahaan harus efektif dan efisien, jujur, dan kualitas hasil kerja sesuai dengan permintaan pelanggan serta penyelesaian tepat waktu," kata Sukiyat.
Meski telah menjadi pengusaha sukses, Sukiyat bersedia menceritakan singkat proses perjalanannya. Kariernya dimulai pada tahun 1973 saat mengikuti diklat di RC Prof. Dr. Suharso, Solo, dan magang di bengkel sepeda motor malam hari, yakni bekerja sambilan sebagai tukang tambal ban. Setelah lulus diklat, pengusaha yang kini beromzet miliaran rupiah ini hijrah ke Jakarta, bekerja di Yayasan Harapan Kita Swaprasedyapurna. Pada tahun 1978, ia memutuskan kembali ke Klaten untuk memulai wirausaha bengkel dengan stimulan modal Rp75.000,00 dari Yayasan Darmais dan Rp75.000,00 dari orang tuanya. (Humas UGM/ Agung)