Yogya (KU) – Untuk mengurangi tingkat pencemaran udara di Jogjakarta, Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY bekerja sama dengan polisi lalu lintas akan melaksanakan razia rutin untuk uji emisi bagi kendaraan bermotor. Razia akan dimulai pada bulan April mendatang.
“Pelaksanaan uji emisi untuk permulaan dilakukan bagi kendaraan bermotor roda empat. Kemudian, juga dilakukan untuk kendaraan roda dua,” kata Kepala Subbidang Pencemaran Udara, Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY, Ir. Tuti Anuriyah, dalam Diskusi dan Bedah Buku Pemanasan Global yang diadakan di Ruang Seminar Fisipol UGM, Senin (29/3).
Kerja sama dengan pihak kepolisian lalu lintas, menurut Tuti, adalah dalam rangka penegakan hukum dan penerapan disipilin bagi pemilik kendaraan untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh pembuangan gas emisi kendaraannya.
Dikatakan Tuti, rencananya kendaraan yang melanggar akan mendapatkan sanksi administratif dan tidak menutup kemungkinan akan ditahan surat kendaraannya. Namun, ia tidak sependapat jika penahanan surat kendaraan dapat ditebus pemilik kendaraan dengan penyerahan uang pengganti. “Target kita adalah bagaimana masyarakat secara sadar berperan serta dalam mengurangi pencemaran udara,” tegasnya.
Tuti mengaku khawatir dengan tingkat pencemaran di DIY yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat bertambahnya jumlah kendaraan bermotor roda dua. ”DI DIY, pertambahan kendaraan bermotor mencapai sekian ribu lebih. Cukup sulit dikurangi karena pemilikan kendaraan bermotor sekarang begitu mudahnya, tak ubahnya beli pisang goreng saja,” katanya.
Dalam presentasinya, Tuti memaparkan Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia dalam pembuangan gas rumah kaca setelah Amerika dan China. Diikuti selanjutnya, Brazil dan India yang menempati urutan keempat dan kelima. Diinformasikannya pula bahwa ilmuwan dunia memperkirakan akan terjadi kenaikan suhu sebesar 3 derajat celcius di Indonesia akibat pemanasan global dalam satu abad ini.
Pengamat internasional UGM, Drs. Riza Nur Arfani, M.A., mengatakan Amerika sebagai negara terbesar pembuang gas rumah kaca dipastikan tidak akan menjadikan isu lingkungan sebagai prioritas kepemimpinan Barack Obama. Terlebih lagi, Amerika Serikat sampai dengan saat ini belum meratifikasi Protokol Kyoto.
Sebaliknya, menurut Riza, isu tentang Islam akan menjadi target Presiden Obama setelah berhasil meloloskan UU reformasi kesehatan di dalam negerinya. “Prediksi saya, hingga akhir periodenya akan sulit bagi Obama menangani isu hubungan Islam dengan Barat ini untuk mencapai titik terang,” ujarnya. Berbeda dengan negara seperti Uni Eropa dan Skandinavia yang telah bersungguh-sungguh melakukan program penurunan gas emisi. “Salah satunya mereka mengembangkan teknologi untuk efisiensi energi, seperti pemanfaatan energi matahari,” jelasnya.
Untuk Indonesia, Riza sependapat bahwa penggunaan transportasi massal jauh lebih efektif dalam program penurunan gas rumah kaca daripada pemerintah terlibat dalam isu-isu lingkungan dari negara-negara maju yang belum jelas solusinya. Olaeh karena itu, komitmen dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)