Yogya (KU) – UGM diharapkan masih memegang teguh statusnya sebagai universitas perjuangan, menjalankan misi kerakyatan, dan melaksanakan nilai-nilai perjuangan. Hal itu harus tetap dipertahankan meskipun untuk menjadi universitas yang menghasilkan lulusan setara dengan perguruan tinggi maju di luar negeri, diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Demikian yang mengemuka dalam sarasehan “Kita Memandang UGM: Refleksi 64 Tahun Kuliah Perdana UGM”, Jumat (9/4) malam di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH). Hadir selaku narasumber, mahasiswa angkatan pertama UGM, Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Prof. Dr. dr. Pramono Ahmad, Prof. Dr. Ir. Hardjoso, sejarawan UGM, Prof. Dr. Suhartono, dan Pimpinan Harian Kedaulatan Rakyat, Drs. Mohammad Romli.
Hal menarik disampaikan Pramono Ahmad dalam sarasehan yang diprakarsai oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan PKKH UGM ini. Ia mengingatkan UGM agar tidak membiarkan terjadinya ‘lost generation’, yakni terputusnya mata rantai atau hilangnya suatu generasi yang dianggap dapat mewarisi intelektual pendahulunya. “Jangan sampai terjadi lost generation. Jangan sampai anak pintar tidak dapat kuliah. Saya dulu kuliah tidak bayar lho, makan dan asrama digratiskan,” ujar mahasiswa angkatan pertama Fakultas Kedokteran UGM ini.
Sementara itu, Prof Sudikno justru tidak mempermasalahkan langkah yang diambil UGM saat ini dengan semakin tingginya biaya pendidikan. Menurutnya, yang terpenting adalah agar UGM tetap berkampus di Bulaksumur, tidak membuka cabang pendidikan di mana-mana. Bagi Sudikno, kuliah di Bulaksumur merupakan kebanggaan. “Kuliah di Bulaksumur merupakan kebanggaan bagi orang yang kuliah di UGM,” kata pensiunan Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini.
Sedikit mengenang masa lalu, Sudikno menceritakan mahasiswa yang dulu kuliah di UGM, kebanyakan mereka hanya berjalan kaki meskipun ada beberapa yang menggunakan sepeda onthel. Namun, mereka sangat antusias dan datang lebih awal sebelum dosen hadir. “Saat dosen belum masuk, mahasiswa sudah duduk manis menunggu dosen memberi kuliah. Kebalikan dengan mahasiswa sekarang, dosen sudah masuk kelas, tapi mahasiswa banyak yang belum datang,” imbuhnya.
Lain halnya dengan Drs. Mohammad Romli, ia mengakui pendidikan di UGM telah menanamkan sikap jujur, tekun, dan teliti kepada mahasiswanya. Sikap itulah yang mengantarkannya menjadi pemegang saham dan kemudian berhasil menjadi Direktur Utama KR saat ini. “Di UGM diajarkan kesederhanaan dan ke-lembahmanah-an (rendah hati),” kata lulusan Arkeologi UGM ini
Dekan FIB UGM, Dr. Ida Rochani Adi, dalam sambutannya mengingatkan sebagaimana yang pernah diamanatkan Presiden Soekarno tahun 1946 dalam kuliah umum, bahwa UGM harus menggunakan teknologi untuk kemakmuran bangsa, menjadi benteng Pancasila, dan pelindung Bhinneka Tunggal Ika.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., menegaskan UGM akan terus dan selalu berkomitmen melahirkan lulusan yang dapat menawarkan solusi bagi masyarakat dengan nilai-nilai kegadjahmadaan yang diajarkan pada saat mereka kuliah. “Nilai-nilai yang diletakkan pendiri UGM tersebut diperuntukkan untuk keadaban, kemanfaatan, dan kebahagiaan,” tuturnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)