Yogya (KU) – Karbon dioksida (CO2) memang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Efek pemanasan yang ditimbulkan sesungguhnya lebih kecil daripada yang disebabkan oleh metana dan dinitrogen oksida. Namun, karena konsentrasi CO2 di udara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi metana dan dinitrogen oksida, CO2 diklasifikasikan sebagai penyebab utama terjadinya fenomena pemanasan global.
Kendati begitu, CO2 kini juga dimanfaatkan sebagai bahan yang sangat berguna untuk kehidupan manusia. Salah satu pemanfaatan CO2 dalam industri berskala besar adalah dalam industri urea. “Urea merupakan jenis pupuk nitrogen yang paling banyak digunakan oleh petani di tanah air dan mancanegara. Produksi nasional urea tahun 2009 mencapai 6,8 juta ton dan diproyeksikan naik sebesar 7,35 persen menjadi 7,3 juta ton pada tahun 2010,” kata Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Prof. Drs. Jumina, Ph.D., dalam Seminar Green Chemistry di Fakultas FMIPA UGM, Sabtu (22/5).
Selain dimanfaatkan untuk pupuk urea, menurut Jumina, karbon dioksida juga telah digunakan dalam industri farmasi. Salah satunya adalah sebagai bahan obat-obatan yang memiliki komponen aktif aspirin, salbutamol, dan salisilamida yang diproduksi dengan menggunakan asam salisilat sebagai bahan dasarnya.
Terkait dengan telah ditemukannya konversi karbon dioksida menjadi methanol, Jumina juga telah mengembangkan teknologi pengubahan karbon dioksida menjadi produk intermediate dengan batuan logam divalent dan reduksi produk intermediate menjadi metanol melalui hidrogenasi katalitik. Untuk penelitian ini, Jumina bekerja sama dengan PT Madubaru Yogyakarta telah berhasil mengembangkan teknologi konversi karbon dioksida menjadi etanol melalui perlakuan menggunakan pereaksi Grignard diteruskan dengan reduksi menggunakan senyawa boran. “Teknologi ini cukup efisien sebagaimana ditunjukkan oleh konversi totalnya yang mencapai 60-70 persen,” terangnya.
Sementara itu, staf pengajar FMIPA UGM, Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni, M.S., dalam seminar itu lebih menyoroti pentingnya dilakukan zero emissions, yakni proses peniadaan limbah dalam menghasilkan produk yang diinginkan dalam industri kimia, meskipun diakui proses kimia tidak mungkin berlangsung seratus persen menjadikan semua reaktan menjadi produk dengan tanpa limbah sama sekali. “Zero emission merupakan kebutuhan mendesak, harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, terutama peneliti dan industri kimia,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)