Beginilah dialog yang terjadi di Senin pagi, 31 Mei 2010 lalu, antara Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Sarjimin, pegawai taman Perpustakaan UGM.
"Niki dibuang teng pundi, Pak?," tanya Rektor.
"Kulo bucal teng kebun kilen meniko radi kiwo," jawab Sarjimin.
"Ning niku ditimbun malih?," tanya Rektor lagi.
"Nggih, Pak," kata Sarjimin.
Mendapat jawaban itu, Rektor pun merasa lega. Tak berapa lama, ia lalu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Meski sempat ragu karena belepotan tanah, Sarjimin pun menyambut uluran tangan tersebut. Uluran tangan Rektor itu mungkin sebagai ungkapan terima kasih. Rektor beranggapan Sarjimin telah mengindahkan imbauan UGM untuk tidak membakar sampah.
Sarjimin pun sempat tertegun sejenak atas peristiwa itu. Tak biasa Rektor berhenti dan mengajaknya berdialog. Rupa-rupanya, setiap kali melewati halaman Perpustakaan, Rektor selalu memperhatikannya. "Padahal, kulo nggih pakewuh, tangan kulo niku reged. Nggih sempat ndredheg nopo," ungkap Sarjimin.
Dengan perhatian seperti itu, Sarjimin mengaku merasa tersanjung. Padahal, pekerjaan menimbun sampah daun-daun dan ranting sudah biasa ia lakukan di rumah. "Dengan membakar sampah, kulo nggih ngertos menawi mengganggu lingkungan. Menopo malih UGM sameniko pingin bebas polusi. Sepeda motor mawon untuk masuk ke UGM tidak boleh menghidupkan mesin," sambung Sarjimin.
Sarjimin telah lama tahu bahwa dengan menimbun daun-daun atau sampah yang mudah membusuk dapat mendapat dua manfaat sekaligus. Di samping lingkungan bersih, tanah juga akan menjadi subur.
Menurut Sarjimin, ayahnya yang petani telah mengajarkan itu semua. Di daerah Beran, Tridadi, Sleman, pola itu telah dilakukannya saat merawat sawah dan tegalan. "Kalau di Perpustakaan niki, saya buat lubang untuk sampah daun-daun. Satu lubang penuh nggih mangkih bikin lubang malih," ucapnya.
Volume sampah di Perpustakaan UGM, diakui Sarjimin, cukup banyak. Untuk sampah daun-daun saja, setiap harinya terkumpul tidak kurang dari 3 gerobak. Belum lagi dengan jenis sampah lain, seperti plastik, kertas, dan kaca. Oleh karena itu, ke depan ia berharap dapat menjalin kerja sama dengan Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga (TURT) UGM untuk pengelolaan sampah ini, setidaknya untuk pengangkutan sampah-sampah plastik, kertas, botol, dan kaca. "Kalih Pak Waluyo, pengurus Rumah Tangga Perpustakaan, kulo nunggu kepastian armada rutin," ujar pria kelahiran Sleman, 21 Februari 1971, yang belum lama ini diangkat sebagai PNS. (Humas UGM/ Agung)