Dalam pandangan dosen Jurusan Sosiologi, Fisipol UGM, Arie Soedjito, S.Sos., M.Si., nilai-nilai dasar Pancasila semestinya dapat ditransformasikan dalam kehidupan praktis sehari-hari. Sebagai ideologi bangsa, ia tidak boleh dikeramatkan, tetapi justru terbuka untuk diperbincangkan.
Sebagai bagian dari konsensus politik, Pancasila diharapkan dapat menjadi nafas dan jiwa dalam interaksi berbangsa dan bermasyarakat. Di zaman reformasi, hal tersebut dianggap paradoks. Di satu sisi, tersedia cukup ruang terbuka dalam mengapresiasikan kehendak tanpa tekanan yang berarti. Namun, di sisi yang lain, kebebasan tidak memiliki makna yang dalam. "Kadang bahkan mengalami pendangkalan karena hanya mengejar hal-hal yang artifisial, maka segala urusan yang abstrak-abstrak, nilai, narasi besar tidak dianggap penting karena katanya tidak konkret," kata Arie di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, Kamis (25/2), saat berlangsung diskusi bertajuk Pancasila dan Implementasinya dalam Pandangan Masyarakat Desa.
Menurut Arie Soedjito, tentang Pancasila saat ini tidak lagi sekadar menghafal P4, sebagaimana yang pernah dialami kala Orde Baru, atau hanya berhenti menghafal pada upacara-upacara, lomba cerdas cermat, dan sumpah-sumpah jabatan. Namun, yang lebih utama sekarang adalah bagaimana setiap warga Indonesia dengan kreatif menggali nilai dan spirit pengetahuan Pancasila dan mendialogkannya dengan fakta-fakta empirik. "Mendalaminya bisa dalam wujud riset dan diskusi ilmiah, menguraikan nilai-nilainya dalam interpretasi yang cerdas sesuai dengan masalah-masalah yang relevan dengan kebutuhan masyarakat banyak," jelasnya.
Oleh karena itu, ia berharap Pancasila dapat akrab dengan siapa saja, dari kalangan pejabat, dosen, pengusaha, wartawan, buruh, petani, aktivis LSM, politisi, dan lain-lain. "Itulah yang disebut ideologi berproses secara inklusif, di mana di dalamnya terkandung nilai spiritualitas, humanisme, kebersamaan, demokrasi, dan keadilan," tambahnya.
Turut memberi sumbang saran dalam diskusi ini, Y. Murdowo yang membawakan makalah Makna dan Latar Belakang Pemikiran Munculnya Lukisan ‘Garuda Biru’, E. Suharjendro yang mengupas Makna dan Gagasan Munculnya Tembang ‘Murcane Pancasila’, dan Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, Drs. Sindung Tjahyadi, M.Hum. (Humas UGM/ Agung)