Penyelenggara | : | Indonesia Consortium for Religious Studies (ICRS UGM) |
---|---|---|
Lokasi | : | University Club UGM |
Kontak | : | 081226027678 |
Website | : | https://s.id/Polarization |
Agenda | : | Kamis, 24 April 2025 - Jumat, 25 April 2025 |
Polarisasi merupakan fenomena kompleks yang kian mencuat dalam berbagai dimensi kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, hingga keagamaan. Meski seringkali disebutkan dalam wacana publik, konsep “polarisasi” sendiri sejatinya masih bersifat kabur dan penuh perdebatan. Polarisasi hadir dalam berbagai bentuk dan tingkat di seluruh dunia—mulai dari yang bersifat ringan hingga yang berakar kuat dan berpotensi menimbulkan konflik sosial, perpecahan bahkan perang saudara.
Guna memperluas pemahaman mengenai fenomena ini dan mengembangkan pendekatan kolektif untuk meredam dampaknya, Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) akan menggelar sebuah Unconference “Polarization and Its Discontent in the Global South: Mitigation Measures, Strategies and Policies” pada 24–25 April 2025 di UC Hotel, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Acara ini merupakan bagian dari proyek “Global Initiatives on Polarization” yang didukung oleh Ford Foundation, dan mempertemukan puluhan mitra dari berbagai negara di wilayah Global Selatan seperti Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Proyek ini berfokus pada pemahaman mendalam tentang polarisasi serta berbagai upaya mitigasi berbasis pengalaman lokal dan pendekatan interdisipliner. ICRS telah aktif melakukan riset tentang polarisasi di Indonesia sejak awal tahun 2022, termasuk dalam konteks sosial politik, lingkungan/ekologi, media digital, serta relasi antar kelompok agama dan etnis. Pada Februari 2024, ICRS juga turut hadir dalam Grantees Convening Workshop yang diselenggarakan di Cali, Kolombia—sebuah forum berbagi pengetahuan bersama para mitra Ford Foundation dari berbagai belahan dunia.
Dari forum inilah muncul ide untuk menyelenggarakan Unconference di Yogyakarta sebagai lanjutan dari dialog global yang lebih terfokus pada pengalaman dan inisiatif lokal di Global Selatan/Global South. Salah satu tujuan utama Unconference ini adalah membangun pemahaman kolektif serta menyusun langkah-langkah konkret untuk mengurangi dampak negatif polarisasi. Mulai dari strategi advokasi kebijakan, pendekatan edukatif, teknologi sosial, hingga penguatan kapasitas masyarakat sipil, acara ini akan menjadi wadah eksperimentasi dan kolaborasi berbagai pendekatan untuk menjawab tantangan polarisasi secara berkelanjutan.
ICRS mengundang akademisi, aktivis, jurnalis, seniman, pembuat kebijakan, mahasiswa, dan seluruh pihak yang tertarik atau terlibat dalam isu-isu seputar polarisasi untuk bergabung dalam Unconference ini. Peserta diharapkan tidak hanya datang membawa gagasan, tetapi juga semangat kolaboratif untuk membangun masa depan bersama yang lebih adil dan inklusif. Konsep Unconference: Ruang Alternatif untuk Bertukar Gagasan Berbeda dari konferensi akademik konvensional, format Unconference mengedepankan pendekatan partisipatif, kolaboratif, dan fleksibel.
Dalam format ini, para peserta tidak hanya menjadi pendengar pasif, melainkan juga memiliki kesempatan untuk menentukan agenda diskusi, berbagi pengalaman langsung, dan membangun jaringan kerja sama lintas wilayah dan disiplin.
Beberapa ciri utama Unconference adalah:
1. Pemberdayaan Peserta: Para peserta dapat mengusulkan topik diskusi secara langsung selama acara berlangsung.
2. Pertukaran Ide & Gagasan: Fokus acara adalah saling berbagi pengalaman, wawasan, dan metodologi secara horizontal antar peserta.
3. Suasana Santai dan Terbuka: Diharapkan dapat mendorong percakapan yang jujur dan konstruktif tanpa sekat formalitas.
4. Bergerak Aktif: Peserta didorong untuk berpindah-pindah ruang dan mengikuti sesi sesuai minat mereka.
5. Membangun Komunitas: Unconference dirancang untuk memperkuat jejaring, membangun solidaritas lintas negara dan memperpanjang dampak diskusi pasca acara.
Empat Klaster Utama Diskusi Untuk memberikan kerangka awal, panitia telah menetapkan empat klaster utama yang akan menjadi titik tolak diskusi selama dua hari acara:
1. Politik Polarisasi Berbasis Agama: Menyelami bagaimana agama digunakan sebagai alat politik yang memperdalam perpecahan sosial dan memperkuat eksklusivitas identitas. Klaster ini membahas pengalaman berbagai negara dalam menghadapi politisasi agama dan membangun narasi alternatif yang lebih inklusif.
2. Polarisasi dan Keadilan Lingkungan: Fokus pada relasi antara krisis lingkungan, kebijakan publik, dan ketimpangan sosial. Polarisasi muncul ketika akses terhadap sumber daya alam dan keputusan politik lingkungan tidak merata dan mengabaikan komunitas marjinal.
3. Gender, Polarisasi, dan Keadilan Sosial: Mengangkat pengalaman kelompok Perempuan dan kelompok rentan lainnya dalam menghadapi eksklusi sosial dan kekerasan berbasis identitas. Klaster ini juga mengeksplorasi bagaimana gerakan sosial merespons polarisasi yang berbasis gender.
4. Inklusi Digital bagi Kelompok Minoritas: Membahas tantangan akses informasi dan representasi dalam dunia digital bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Polarisasi dalam dunia digital dapat memperkuat diskriminasi dan misinformasi, tetapi juga menawarkan ruang baru untuk penguatan suara komunitas. Selain empat klaster di atas, peserta juga dapat mengusulkan klaster diskusi baru sesuai dengan konteks lokal dan keahlian mereka. Hal ini memungkinkan Unconference menjadi ruang yang benar-benar terbuka, inklusif, dan adaptif terhadap dinamika peserta.