Dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, Dr. Ir. Laretna T. Adhisakti, M.Arch., menyebutkan pelibatan masyarakat lokal penting dilakukan dalam upaya pelestarian warisan budaya termasuk di kawasan Candi Borobudur. Menurutnya, saat ini keterlibatan masyarakat di sekitar Borobudur dalam usaha pelestarian cukup tinggi. Masyarakat secara aktif turut meramaikan cagar budaya tersebut dengan menghelat berbagai kegiatan seni budaya.
Tidak hanya itu menggelar sejumlah kegiatan seni budaya, kata dia, masyarakat sekitar Borobudur juga menciptakan berbagai kreasi kerajianan tangan. Misalnya saja batik, aneka cinedramata, dan kuliner. Selain itu juga memanfaatkan angkutan tradisional seperti Andong sebagai transportasi wisata. “Masyarakat sekitar Borobudur banyak inisiatif dalam melestarikan budaya, secara evolutif”katanya, Jum’at (22/5) di sela-sela Launching Buku Borobudur as Cultural Landscape di Ruang Sidang LPPM Kantor Pusat UGM.
Buku setebal 230 halaman ini ditulis oleh tim yang terdiri dari peneliti, anggota masyarakat lokal, anggota LSM, serta sejumlah pihak yang mendirikan International Borobudur Field School 10 tahun silam. Buku enam bab ini diterbitkan untuk memperkenalkan kepada publik tentang situasi aktual dari gerakan konservasi lanskap budaya di Borobudur.
Secara garis besar buku terbitan Kyoto University Press ini banyak memamparkan tentang landskap budaya dan pusaka saujana, konservasi evolutif dari landskap budaya serta, lanskap budaya Borobudur baik dari aspek komunitas masyarakatnya, geografi, dan biogeografi. Selain itu juga dibahas tentang inisiatif masyarakat Borobudur dalam pelestarian budaya, internasional borobudur field school, dan juga strategi konservasi Borobudur kedepan. “Terbitan pertama ini berbahasa Inggris, namun kedepan rencananya akan dibuat juga edisi terjemahan,” terang Laretna.
Selain Laretna, buku ini juga juga memuat tulisan Kiyoko Kanki dari Kyoto University, Dwita Hadi Rahmi (UGM), Amiluhur Soeroso (UGM), Helmy Murwanto (UPN), Ananta Purwoarminta (LIPI), Punto Wijayanto (UTY), dan Jack Priyana (masyarakat lokal Borobudur). Kemudian Titin Fatimah (Universitas Tarumanegara), Wahyu Utami (USU), Tatak Sariawan (Pengelola Desa Wisata Candirejo, Borobudur), Suparno(fotografer-masyarakat lokal Borobudur), Kusumaningdyah NH (UNS), Muhammad Hatta (masyarakat lokal) serta Sinta Carolina and Paulina Yeny Leibo (UGM).
Kyiko Kanki peneliti Kyoto University menyampaikan ide pembuatan buku ini melihat kenyataan bahwa upaya konservasi warisan budaya tidak hanya sebagai perlindungan terhadap bangunan cagar budaya, akan tetapi juga pembangunan berkelanjutan. “Konservasi mestinya dilakukan pada warisan tangible dan intangible,” ujarnya.
Pada konservasi lanskap budaya, lanjutnya, masyarakat lokal harus terlibat dan mengembangkan inisiatif sendiri karena aktivitas manusia pada dasarnya terkait dengan fitur dan nilai-nilai dari lanskap budaya. Sementara dalam pelaksanaan konservasi dikatakan Kyiko membutuhkan pendekatan berbasis komunitas lokal untuk memahami dan menemukan potensi yang ada. “Pelestarian bukanhanya fokus pada Candi saja tetapi juga lingkungan dan melibatkan masyarakat,” jelasnya. (Humas UGM/Ika)