YOGYAKARTA – Perguruan tinggi dan Lembaga penelitian diharapkan berkontribusi aktif dalam pengurangan risiko bencana dengan menghasilkan produk teknologi yang unggul dalam bidang kebencanaan. Berbagai hasil temuan produk teknologi berupa alat sistem peringatan dini bencana buatan dalam negeri bisa dipakai pemerintah daerah dan industri. “Pemda dan dunia usaha yang menyadarai mereka berada di daerah rawan bencana hendaknya menggunakan produk teknologi kebencanaan produk dalam negeri,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif kepada wartawan usai membuka pertemuan ilmiah tahunan ke-2 Ikatan Ahli Bencana Indonesai (IABI) yang berlangsung di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada, Selasa (26/5).
Syamsul mengatakan beberapa teknologi karya anak bangsa yang digunakan BNPB diantaranya alat peringatan dini longsor, pesawat tanpa awak dan alat deteksi tsunami. Meskipun begitu, Syamsul mengharapkan Kemenristek Dikti mendorong perguruan tinggi bisa lebih banyak menghasilkan produk teknologi kebencanaan. Peralatan teknologi kebencanaan, seperti deteksi keretakan tanah digunakan untuk mengenali beberapa daerah rawan bencana longsor secara reguler. “Misalnya di wilayah Jawa Barat bagian selatan, sekitar 50 persen termasuk rawan longsor. Di daerah lain sudah ada petanya. Adapun teknologi pesawat tanpa awak bisa digunakan untuk memotret dan menganalisis apa yang dilakukan terhadap wilayah tersebut,” tuturnya.
Untuk menghadirkan teknologi deteksi longsor, kata Syamsul, BNPB bekerja sama dengan Badan Geologi, Kemenristek, dan beberapa perguruan tinggi seperti UGM, ITB, dan ITS. “Kita sudah menggunakan produk early warning system, butuhnya ratusan ribu, dan itu butuh kerja sama dengan banyak pihak,” ungkapnya.
Rektor UGM Dwikorita Karnawati, mengatakan produk riset teknologi kebencanaan dari perguruan tinggi perlu mendapat dukungan dari pemerintah dan industri. Menurutnya dukungan tersebut mampu meningkatkan kepercayaan dan motivasi para peneliti untuk menghasilkan produk riset yang bisa diaplikasikan di masyarakat. Dia mencontohkan, BNPB merupakan lembaga pemerintah yang pertama kali menggunakan alat peringatan dini deteksi longsor buatan UGM. Setelah alat itu dipakai BNPB, alat early warning system tersebut akhirnya juga dipakai oleh pertamina Geothermal di delapan lokasi di Indonesia. “Kebijakan seperti itu sangat baik membangun kepercayaan diri para peneliti,” katanya.
Pertemuan Ikatan Ahli Bencana Indonesia ini dihadiri oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Deputi Bidang pendayagunan iptek Kemenristek Dikti Pariatmono. Basuki dalam penyampaian pidato kunci mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara dengan korban bencana alam cukup besar. Oleh karena itu, menurutnya manajemen bencana ke depan harus ditekan seminimal mungkin adanya korban, “Harus lebih sedikit kerusakan dan harus lebih sedikit kerugiannya,” katanya.
Untuk mengurangi korban dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan diperlukan pengelolaan penataan ruang dan wilayah harus dilakukan lebih baik lagi di lapangan. “Harus lebih sedikit wilayah pemukiman yang berada di daerah yang rawan risiko bencana. Selain itu tentu kecermatan memprediksi bencana lewat teknologi alat peringatan dini,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)