Kadar air tanah dan ketersedian unsur hara nitrogen serta sulfur merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kontinyutas bunga dan produksi salak Suwaru. Mempertahankan kadar air tersedia antara 78-93% di musim kemarau serta meningkatkan ketersediaan unsure hara nitrogen dan sulfur melalui pemupukan ZA dengan dosis 300 g per pohon selain meningkatkan jumlah tandan bunga dan mutu buah, juga meningkatkan produksi salak Suwaru pada musim panen raya sebesar 102,72% serta pada panen apitan sebesar 112,5%. Selain itu, dapat juga meningkatkan frekuensi panen (panen di luar musim yang terjadi pada bulan April-Mei), dengan peningkatan pendapatan petani mencapai 139,63% atau sebesar Rp.15.528.000,-per hektar per tahun. Demikian dikemukakan Tri Sudaryono saat menempuh Ujian Terbuka Program Doktor dalam bidang Ilmu Pertanian pada hari Sabtu (08/10/05) lalu di Ruang Pascasarjana UGM.
Menurut Tri Sudaryono, berlandaskan atas kesamaan sifat-ciri morfologinya, tanaman salak Kersikan (Pasuruan) berkerabat dekat dengan Salak Suwaru. “Pemanfaatan serbuksari yang berasal dari Salak Kersikan pada penyerbukan salak Suwaru tidak merubah penampilan dan mutu buah Salak Suwaru,” ujar peneliti muda BPTP Malang Jatim ini..
Dalam desertasi berjudul “Teknologi Produksi Salak Suwaru Di Luar Musim”, promovendus menjelaskan pula serbuksari salak yang disimpan di dalam exicator pada suhu ruang (30°C) dan kelembaban nisbi 80 % maupun yang disimpan di dalam freezer (pada suhu 0°C dan kelembaban nisbi 35%) selama 7 minggu, masih dapat digunakan dalam penyerbukan salak Suwaru. “Namun demikian serbuksari yang disimpan di dalam freezer dalam jangka 8 minggu mempunyai viabilitas sebesar 74,59% atau dua kali lebih besar daripada viabilitas serbuksari salak yang disimpan di dalam exicator”, ungkap Tri Sudaryono.
Pria kelahiran Kediri, 20 Agustus 1958 akhirnya berharap, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan pengaturan pembungaan atau panen pada tanaman salak, guna memperoleh kontinyuitas produksi. Selain itu, tanaman salak yang dibudidayakan di pulau Jawa umumnya adalah tanaman salak yang bersifat dioecious (berumah dua), dimana bunga jantan dan betina berada pada tanaman yang berbeda. “Atas dasar sifat bunga yang demikian, maka tanaman salak merupakan tanaman penyerbuk silang, dan kontinyuitas produksi sangat tergantung pada ketersediaan bungan jantan sebagai sumber serbuksari. Hasil penelitian tentang penyimpanan serbuksari salak dapat digunakan sebagai acuan bank sperma, sehingga setiap saat serbuksari tersedia”, tambahnya doktor ke-674 yang diluluskan UGM dengan predikat sangat memuaskan (Humas UGM)