![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2605151432629994244516064-767x510.jpg)
Diperlukan kesiapan matang menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Denni Puspa Purbasari, M.Sc., Ph.D, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, guna menuju Masyarakat Ekonomi Asean, Indonesia perlu melakukan elevating standard. Sebab tanpa standar yang tinggi maka Indonesia akan ketinggalan.
“Sudah sejak tahun 2010, biaya masuk perdagangan barang nol persen. Masuknya barang impor ini tentunya sudah tidak perlu dikhawatirkan menuju MEA, di beberapa gerai toko sudah ditemukan beberapa barang itu”, katanya di UC UGM, Rabu (27/5) saat digelar seminar nasional Generasi Muda Menjawab Tantangan Global Di Era Masyarakat Ekonomi Asean.
Denni menyebut Indonesia merupakan pasar yang sangat besar. Sebanyak 24 juta penduduknya berada pada posisi kelas menengah dimana memiliki pola hidup konsumtif.
“Bayangkan mungkin 6 bulan ganti handphone, Facebook, belanja di Instagram, pasarnya besar sekali 1000 triliun”, katanya.
Karena itu, pemerintah perlu memikirkan kebijakan long term. Tidak hanya melakukan stop impor beras dan melakukan bagi-bagi uang tanpa tujuan yang jelas.
Diakui Denni, kebijakan-kebijakan yang rasional memang cenderung tidak populer. Sementara politisi yang memimpin biasanya lebih suka kebijakan yang populis.
“Perlu long term pengambilan kebijakan, kebijakan harus memikirkan generasi berikutnya karena menjadi poin sangat penting. Kebijakan jangan hanya berorientasi lima tahunan agar dipilih lagi, tanpa memikirkan efek 10 atau 20 tahun berikutnya,” paparnya.
Meski tidak langsung mengkaitkan dengan generasi muda, Poppy Sulistyaning Winanti, M.Sc ,dosen Fisipol UGM mengatakan sangat wajar bila muncul pesimisme dan optimisme, pro kontra, dan seterusnya terkait pemberlakukan MEA. Yang terpenting, masyarakat harus menjadi well inform dengan apapun yang sedang dikritisi.
“Kalau hanya menjadi pasar, boleh kita pesimis. Namun ketika yang dituju utamanya menjadikan Asean ini menjadi basis produksi dan basis pasar bersama, kita mencoba mengkaitkan semua itu guna menjadikan kawasan ini mempunyai daya saing tinggi”, ungkapnya.
Seminar digelar Perpustakaan UGM bekerjasama dengan Sampoerna Corner dalam program besar bertema Generasi Muda Menjawab Tantangan Global Di Era Masyarakat Ekonomi Asean yang berlangsung selama tiga bulan, Maret – Mei 2015. Dalam kegiatan ini diselenggarakan pula Lomba Karya Tulis Sampoerna Corner 2015.
Lomba karya tulis diikuti 8 universitas, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sriwijaya, Universitas Padjajaran, Sampoerna University, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Jember dan Institut Teknologi Sepuluh November. Keluar sebagai pemenang I Yasmine Permatasari (UNDIP) dengan judul karya tulis “Peran Generasi Muda Indonesia di Era MEA”. Sementara itu, juara II Mokhamad Faridl Robtitoh (ITS Surabaya), judul karya tulis “Peningkatan Ekonomi Kreatif UMKM oleh Pemuda Indonesia sebagai Basis dalam Persaingan” dan juara III Robie Tanziil (Universitas Sriwijaya), judul karya tulis “MEA Itu Layaknya Sidang Skripsi”. (Humas UGM/ Agung)