Mantan Menteri Koperasi Kabinet Pembangunan VI dan VII, Dr. (HC) Subiakto Tjakrawerdaja menyebutkan bahwa koperasi merupakan salah satu wadah gerakan ekonomi rakyat untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia dan mengadapi Masyarakat ekonomi Asean( MEA). Karenanya penting dilakukan pembangunan koperasi secara besar-besaran, terencana, dan terukur untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. “Untuk mencapai tujuan itu maka pembangunan sistem ekonomi pancasila dan koperasi Indonesia selayaknya disinergikan dengan paradigma ekonomi biru,” katanya, Kamis (28/5) di University Club UGM.
Dalam kegiatan bedah bukunya berjudul Koperasi Indonesia, Konsep Pembangunan Ekonomi Politik yang diselenggarakan oleh Mubyarto Institute bekerja sama dengan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan Universitas Trilogi, Subiakto menyampaikan pentingnya untuk membangun koperasi Indonesia yang memiliki konsep, taktik, serta strategi khas Indonesia. Koperasi dibangun dengan jiwa dan semangat kekeluargaan dan gotong royong diantara semua pelaku ekonomi nasional. Selain itu juga menerapkan hubungan kerja yang dinamis dan harmonis.
Subiyakto mengatakan koperasi di Indonesia harus berbeda dengan koperasi kebanyakan yang tumbuh dan berkembang di negara-negara barat. Karena menganut sistem ekonomi pancasila semestinya tidak berbau kapitalis. Namun memberdayakan dan memberikan perlindungan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi ekonomi dan sosial anggotanya. Juga mudah diakses oleh keluarga miskin. “Koperasi Indonesia beda dengan koperasi-koperasi di luar negeri. Koperasi Indonesia ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan. Anggotanya justru masyarakat miskin, kalau di luar negeri anggota koperasinya bukan orang miskin,” urainya.
Sementara itu, pakar ekonomi Prof. M.Dawam Rahardjo menyebutkan bahwa saat ini terdapat dua aliran utama mengenai koperasi di Indonesia.Pertama, aliran universalis yang dirintis Ibnoe Soedjojo yang memandang koperasi sebagai sistem ekonomi mikro dalam perekonomian pasar bebas. Kedua, aliran Koperasi Indonesia yang memandang koperasi sebagai sistem ekonomi mikro maupun makro. Pandangan ini dianut oleh Subiakto Tjakrawerdaja dan Muslimin Nasution. “ Kalau Muslimin Nasution berpandangan koperasi sebagai sistem ekonomi makro direstorasi seperti saat orde baru dimana ada sinergi antara koperasi, bulog, dan BRI. Sementara Subiakto ingin melakukan reformasi dengan menjadikan bulog sebagai trading house koperasi dan BRI menjadi bank koperasi,”jelasnya.
Tidak hanya itu, Dawam mengatakan Subiakto juga menyusun arsiterktur ekonomi rakyat berbasis koperasi yang mencakup IKOPIN sebagai lembaga pendidikan. Kemudian koperasi audit sebagai lembaga audit koperasi dalam suatu arsitektur kelembagaan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec., menyebutkan pemikiran Subiakto dengan Koperasi Indonesia sangat releven untuk diimplemntasikan dalam menghadapi globalisasi ekonomi. Langkah pertama dengan melakukan penguatan kelembagaan koperasi. Melalui cara tersebut koperasi diharapkan menjadi bangun usaha ekonomi rakyat banyak untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. “Penguatan koperasi tentunya juga didukung oleh persuahaan-perusahaan swasta serta BUMN yang kokoh sehingga masyarakat dapat menghadapi arus globalisasi ekonomi dan sejahtera,” terangya. (HUmas UGM/Ika)