Lahan pasir pantai memiliki potensi dikembangkan sebagai kawasan pertanian. Bahkan, saat ini pertanian lahan pasir pantai telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya di Yogyakarta. Namun, persoalan irigasi yang tidak efisien dan kerusakan fisiologis tanaman akibat paparan garam yang dibawa angin laut masih menjadi persoalan pertanian lahan pasir ini.
Kondisi ini mendorong sejumlah mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM mengembangkan sebuah alat guna mengatasi persoalan tersebut. Mereka adalah Mohammad Taufik Hidayatullah, Dwi Noor Rohmah, Haryo Prastono,Utik Tri Wulan Cahya,serta Shofwatul Fadilah yang membuat sebuah sistem kendali otomatis berbasis mikrokontroler pada sistem irigasi tetes yang dipadukan dengan sistem pembasuhan garam pada daun tanaman pertanian di lahan pasir pantai.
Alat yang diberinama Integrated Irrigation System atau ISIS ini bekerja dengan mengalirkan air irigasi secara otomatis saat tanaman membutuhkan air melalui pendekatan nilai titik layu (TL). Selanjutnya akan berhenti ketika tanah mencapai batas kemampuan untuk menampung air (Kapasitas Lapang) melalui pembacaan sensor kadar lengas tanah. Sistem kendali ini juga akan mengaktifkan irigasi curah (sprinkler) secara otomatis untuk membasuh daun saat kadar garam di udara mencapai batas maksimal yang dapat merusak fisiologis daun melalui pembacaan sensor kadar garam di udara.
“Melalui alat kendali ini penjadwalan irigasi dan jumlah air yang diberikan dapat dilakukan secara presisi dan tanaman yang tumbuh pun dapat berkembang secara lebih optimal dengan pembasuhan garam pada permukaan daun,”papar Ketua tim pengembang ISIS, Mohammad Taufik, Selasa (9/6) di Kampus UGM.
Sistem kendali ISIS, kata dia, diharapkan dapat mempertahankan tanah pada keadaan Available Moisture (AM) yakni dimana air berada pada keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, ISIS juga mampu menghemat penggunaan air karena tidak terjadi aliran permukaan maupun perlokasi. Harapannya dengan sistem irigasi ini dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan meminimalisir terjadinya gangguan pertumbuhan karena kelebihan maupun kekurangan air pada saat irigasi dan gangguan fisiologis tanman akibat gangguan garam yang terbawa oleh angin laut.
“Pembuatan alat ini juga sebagai bentuk upaya konservasi tanah dan air yang berdampak pada kelestarian lingkungan,”ujarnya. (Humas UGM/Ika)