Yogya, KU
Pengamat politik Asia Tenggara dari Universitas Nasional Singapura Bilveer Singh mengemukakan, meningkatnya tingkat ekstremitas dan terorisme di kawasan Asia Tenggara muncul atas keyakinan dan paham keagamaan yang ingin mencetak ulang tipe ideal islam zaman Nabi dan generasi Salaf al-Shalih (generasi terbaik sesudah Nabi) secara harfiah dan formal.
“Gerakan Islam ini bercorak salafiyah ideologis yang cenderung bersifat tradisional dan konservatif sebagaimana ditemukan dalam gerakan Wahhabiyah, Ikhwanul Muslimin, Jama’at–i-islami, dan Taliban yang menggunakan Islam sama dengan syari’at,†jelasnya dalam diskusi terbuka ‘Terrorism and Talibanization di Asia Tenggara’, Senin (7/1) di Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM.
Ditegaskannya, gerakan islam yang bercorak salafiyah ideologis ini berbeda dengan arus utama gerakan islam yang menampilkan sifat moderat, tapi gerakan ini lebih cenderung ke arah radikal.
Bilveer Singh menambahkan bahwa dirinya tidak mempercayai dengan terbentuknya al qaeda dan taliban. Sepanjang penelitiannya menunjukkan banyak oragnisasi islam yang terbentuk sekarang ini menjurus untuk memecah belah islam dan membawa misi tertentu.
“Sebenarnya Al Qaeda itu dari mana toh, benar ia dari Afganistan tapi jika dirunut cikal bakal terbentuknya, organisasi ini lahir dari pusat kajian Afganistan yang ada di Amerika,†imbuhnya.
Sedangkan di Indonesia, gerakan islam syariat muncul pasca era reformasi akibat adanya semangat revitalisasi agama, konflik ideologis, respon sektarian dan marjinalisasi sosial, dan represi militer yang dialami di era Orla dan Orba.
“Gerakan yang serba syariat ini menampilkan diri dalam gerakan militan dan dianggap oleh para pengikutnya sebagai satu-satunya solusi, dengan alasan Islam dilemahkan karena ada musuh dari luar, dan yang lain salah, †jelasnya.
Gerakan ini menjelaskan teks (Al Quran) yang diangggap tidak relevan lagi dengan konteks sekarang ini. Menurut Singh, inilah letak permasalahannya, mereka melakukan interpretasi baru yang menyimpang dari ajaran-ajaran asli sehingga gerakan ini mesti disadarkan untuk kembali ke ajaran yang sebenarnya.
Dikemukakan oleh Singh, peran gerakan islam yang moderat dituntut mampu membangun keseimbangan-keseimbangan baru ditengah kecenderungan yang serba ekstrem baik dalam kehidupan keagamaan maupun kebangsaan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)