Sebanyak 20 mahasiswa S1 School of Agriculture and Food Sciences Faculty Of Science, University of Queensland (UQ), Australia baru saja melaksanakan kegiatan Tropical Agriculture Program di UGM dan sekitarnya selama 2 minggu dari 29 Juni sampai 14 Juli 2015 lalu. Rombongan mahasiswa tersebut didampingi oleh Prof. Rob Cramb, Professor of Agricultural Development, Deputy Head, School of Agriculture and Food Sciences, Associate Prof. Max Shelton, Asisten Lecturer Dr. Heyley Giles dan administration officer Ms Sharon Weatherbay.
Prof. Siti Subandiyah selaku koordinator pelaksanaan program mengatakan kegiatan tersebut terdiri dari kuliah tentang pertaniaan, peternakan, kehutanan dan teknologi pertanian oleh dosen-dosen UGM, seperti Prof. Masyhuri, Prof. Irfan DP., Prof. I Gede Suparta Budisatria, Prof. Eni Harmayani, Dr. Ngadiman, Dr. Joko Nugroho, Dr. F. Trisakti Hariyadi, Ir. Anjal Ani Asmara, MP, dan Ir. Handojo Hadi Nurjanto, MAgrSc.
“Ada kuliah tatap muka di kelas yang dilanjutkan kunjungan lapangan ke berbagai bentuk pertanian di DIY dan Jawa Tengah,” papar Siti, Rabu (22/7).
Siti mengatakan bagi mahasiswa UQ, pertanian di DIY dan Jateng yang merupakan small holder farm adalah suatu model pertanian yang unik dan sangat berbeda dengan pertanian di Australia yang umumnya seorang petani atau sebuah keluarga petani mengelola minimal 150 hektar lahan pertanian dan selalu merupakan bisnis pertanian.
Hal yang sangat menarik bagi mereka antara lain adalah budidaya padi di DIY dan Jateng dengan petak-petak sawah yang kecil namun dalam setahun mampu menanam sebanyak 3x musim dengan produksi sekitar 6-7 ton/hektar/musim atau sekitar 20 ton/hektar/tahun, sedangkan di Australia produksifitas dapat mencapai 12 ton/hektar/tahun dengan hanya sekali musim tanam.
“Kalau produktivitas padi sebanyak 12 ton/hektar/musim tanam di Auatralia apabila diadopsi oleh petani di Indonesia maka kemungkinan besar impor beras tidak akan diperlukan lagi,” papar dosen Fakultas Pertanian tersebut.
Selain itu, kekaguman mereka terhadap UGM karena keterlibatannya yang sangat nyata dan langsung terhadap masyarakat dan lingkungan dengan pendampingan dan pembinaan oleh kelompok-kelompok dosen terhadap kelompok-kelompok petani tersebut. Pengelolaan hutan pendidikan Wanagama serta pembinaan daerah mangrove di Bantul merupakan salah satu kontribusi yang sangat terpuji sebagai kepedulian UGM terhadap lingkungan.
“Selama 2 hari mahasiswa UQ ini ikut pelaksanaan KKN UGM di desa Semin, Gunung Kidul. Selain kegiatan di bidang Pertanian mereka juga mengikuti kegiatan-kegiatan untuk mengenal pariwisata dan budaya di sekitar Yogyakarta,” terang Siti.
Selama program ini berlangsung, mahasiswa UQ didampingi pula oleh sejumlah mahasiswa UGM sehingga terbentuklah jaringan komunikasi di antara kedua generasi muda dari kedua negara tersebut. Program kerja sama internasional semacam ini diharapkan akan sangat bermanfaat untuk peningkatan pembelajaran dan pendidikan bagi para mahasiswa dan juga berlanjut dengan terbentuknya kerja sama riset di antara para dosen di kedua universitas. (Humas UGM/Satria)