
YOGYAKARTA – Pemerintah telah mengalokasikan dana desa sebesar Rp 20,776 triliun untuk 74.093 desa yang ada di seluruh Indonesia. Alokasi dana sebesar itu baru pertama kali dalam sejarah APBN Republik Indonesia namun begitu penggunaan dana tersebut harus dikelola secara akuntabel di tengah kesiapan sumber daya manusia yang terbatas dan tidak merata. Pemerintah dan lembaga pengawas keuangan diharapkan secara bertahap menyiapkan SDM yang handal dengan didukung sistem pengawasan yang baik serta diterapkannya mekanisme reward dan punishment.
Hal itu mengemuka dalam seminar Tantangan Pengelolaan Dana Desa yang Akuntabel yang berlangsung di ruang Balai Senat UGM, Kamis (30/7). Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut Kepala Badan Pengawsan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Dr. Ardan Adiperdana, Guru Besar FEB UGM Prof. Dr. Abdul Halim, Bupati Sleman Sri Purnomo, dan Deputi Bidang Pengawasan Intansi Pemerintah BPKP Dr. Binsar Simanjuntak.
Abdul Halim mengatakan banyak pihak yang meragukan proses pertanggungjawaban pengelolaan dana desa dikarenakan masih lemahnya kualitas sumber daya manusia birokrat di tingkat pemerintah desa. Penilaian tersebut menurutnya tidaklah salah. Namun begitu, imbuhnya, pemerintah perlu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk mengelola dana desa untuk kegiatan pembangunan. Adapun mekanisme proses pelaporan keuangan dana desa menurutnya seharusnya tidaklah rumit sebaiknya menggunakan akuntansi sederhana. Abdul Halim beralasan, pemerintah daerah menerapkan laporan berbasis akuntansi hanya dalam kurun 15 tahun terakhir. “Bayangkan (perangkat) desa dari sabang sampai merauke belajar akuntansi, bagaimana mengelolanya, saya pikir nantinya ada semacam akuntan ndeso,” kata Halim.
Kendati pelaporan keungan dari pemrintah desa tidak serumit dengan pemrintah provinsi dan pemerintah kabupaten namun Halim mengatakan mekanisme pertanggungjawaban berupa laporan tahunan, laporan pertanggujawaban, sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara, sistem pengawasan, mekanisme reward dan punishment tetap diperlukan. “Indikator akuntabel adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan dan adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan,” paparnya.
Menurutnya tantangan yang dihadapi pemerintah desa dalam mengelola dana desa adalah ketersediaan dan kesiapan pengelola dengan tingkat SDM berkualitas. Menurutnya dibutuhkan SDM yang berkompeten dan terpercaya agar keuangan desa dikelola secara akuntabel dan tidak mengganggu keharmonisan masyarakat desa dalam ikut kegiatan pembangunan. “Adanya dana desa ini, pembangunna dimulai dari pinggiran. Karena itu percayakan desa untuk mengelola, jangan dipersulit, yang penting bisa jujur,” katanya.
Bupati Sleman Sri Purnomo, mengatakan Kabupaten Sleman tahun 2015 ini mendapat alokasi dana desa sebesar Rp 28 Milyar. Setiap desa rata-rata mendapatkan dana sebesar kurang lebih Rp 300-an juta. Untuk penyiapan SDM, pemkab Sleman melakukan bimbingan teknis pengelolaan dana dan pelaporan keuangan bahkan melibatkan LSM untuk mengawasi.
Sementara Binsar Simanjuntak menuturkan kapasitas SDM pemerintah desa dalam pengelola keuangan desa dinilainya masih sangat terbatas dan tidak merata. Mengatasi hal itu BPKP sudah memulai menyiapkan standar akuntasi untuk pelaporan keuangan desa. “Akuntansi untuk desa dibuat secara sederhana untuk memudahkan desa dalam impelementasinya agar pengelolaa keuangan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)