PACIVIS; Center for Global Civil Society Studies Fisipol UI, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, serta Partnership for Governance Reform in Indonesia bekerjasama akan menyelenggarakan “Lokakarya Nasional tentang Reformasi Intelijen Negara†pada hari Selasa, 29 November 2005 di Jogjakarta Plaza Hotel.
Hadir sebagai narasumber dalam lokakarya tersebut yaitu Cornelis Lay, MA (Anggota Pokja “Indonesia untuk Reformasi Intelijenâ€); Dr. Kusnanto (Anggota Pokja: Indonesia untuk Reformasi Intelijenâ€); serta moderator M. Najib Azca, MA (Pusat Studi Keamanan dan Perdamaiam UGM). Adapun materi yang disampaikan yaitu mengenai Reformasi Intelijen Negara dan pokok-pokok pikiran dari draft alternatif RUU Intelijen Negara.
Menurut Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Prof. Dr. Riswandha Imawan, MA, kegiatan ini dilakukan untuk membentuk sebuah kelompok kerja (Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen Negara) yang bertugas untuk menyusun draft alternative RUU Intelijen negara. Saat ini, draft alternatif RUU Intelijen telah berhasil dirumuskan oleh kelompok kerja tersebut. “Draft alternatif ini secara lengkap merumuskan hakekat dan tujuan system intelijen negara; fungsi dan ruang lingkup intelijen negara; bentuk organisasi, kewenangan, dan tugas intelijen negara; keanggotaan intelijen Negaraâ€, ujar Prof. Riswandha.
Lebih lanjut Prof. Riswandha mengatakan, ada tiga petimbangan utama yang melandasi kebutuhan untuk menyusun regulasi politik tentang intelijen negara, (i) bersifat strategik dan substantive, (ii) bersifat politik, (iii) pertimbangan hukum yang menghendaki adanya pengaturan lebih tegas tetapi terbatas terhadap kewenangan spesifik intelijen negara.
Seperti dikatakan Prof. Riswandha bahwa kewenangan spesifik tersebut terutama mencakup metode kerja dinas-dinas intelijen yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang secara signifikan dapat mengancam keberadaan masyarakat demokraik dan hak asasi manusia. Kerahasiaan dan ketertutupan kegiatan intelijen berlawanan dengan prinsip keterbukaan, kebebasan dan hak-hak sipil warga Negara dalam masyarakat yang demokratik.
Karena itu, ditambahkan Prof. Riswandha, kewenangan khusus dinas-dinas intelijen harus diatur dalam suatu regulasi politik berbentuk undang-undang yang di dalamnya mengatur secara tegas dan terbatas tentang: (i) hakekat dan tujuan intelijen negara; (ii) ruang lingkup intelijen negara; (iii) tugas, fungsi serta wewenang intelijen negara: (iv) organisasi dan prinsip-prinsip pengaturan kedinasan intelijen negara termasuk hubungan antar dinas; (v) pembiayaan kegiatan dan dinas intelijen negara; serta (vi) mekanisme pengawasan terhadap kegiatan dan dinas, termasuk perlindungan terhadap petugas intelijen dan kerahasiaan informasi intelijen. (Humas UGM)