Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi hari ini, Rabu 23 November 2005 kembali melepas 1.444 lulusan program Sarjana yang terdiri dari 782 wisudawan dan 662 wisudawati di Auditorium Sabha Pramana UGM. Dengan demikian sampai periode I Tahun Akademik 2005/2006, UGM telah menghasilkan 160.971 lulusan, yang terdiri atas 22.431 lulusan program Diploma, 108.294 program Sarjana, 29.589 program Spesialis dan program Magister, serta 657 program Doktor.
Untuk Wisuda kali ini, waktu studi tersingkat diraih Ani Windarti dari Fakultas Hukum, dalam waktu 3 tahun 2 bulan. Lulusan termuda Dwi Putri Praptiningsih dari Fakultas Ilmu Budaya, usia 20 tahun 6 bulan 3 hari. Sedangkan Indeks Prestasi tertinggi diraih Dewi Damayanti dari Fakultas Hukum dengan IP 3,91.
Dihadapan para tamu undangan Prof. Dr. Sofian Effendi menyampaikan sambutan, tentang masalah cross-border higher education yang menjadi topik pembicaraan di banyak forum internasional, termasuk dalam Pertemuan Rektor-rektor Perguruan Tingg Asean dan Uni Eropa yang berlangsung pada 16-18 November 2005 di Universitas Katolik Louven, Belgia.
Lebih lanjut Pak Sofian menuturkan bahwa pada pertemuan yang dihadiri 150 rektor dari Uni Eropa dan Negara-negara Asean tersebut, dirumuskan kesepakatan bersama tentang perlunya meningkatkan kerjasama antar tapal batas, karena kerjasama semacam itu dianggap merupakan salah satu faktor yang amat besar pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan perguruan tinggi dalam menjalankan misinya. “Perguruan tinggi di dunia mempunyai tradisi kerjasama saling menguntungkan yang panjang sehingga kerjasama semacam itu perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnyaâ€, ungkap pak Rektor.
Namun, kata pak Rektor, dalam 9-10 tahun ini cross-border higher education mengalami perkembangan dengan motif yang sama sekali baru. “Didorong oleh besarnya permintaan aka pendidikan tinggi di seluruh dunia, terutama di Negara-negara berkembang, merosotnya kemampuan keuangan pemerintah, terjadinya diversifikasi lembaga penyedia pendidikan tinggi, serta tersedianya cara-cara pelayanan baru, telah mendorong lahirnya penyedia pendidikan tinggi dengan motif keuntungan (for profit supply of higher education),†ujar pak Rektor.
Seperti halnya di Amerika Serikat, tambah pak Rektor, adalah Negara yang mampu menangguk keuntungan terbesar dari sector pendidikannya, sekitar Rp. 126 trilyun pada 2004, diikuti kemudian oleh Australia dan Inggris. “Pada 2003 dan 2004 jumlah devisa yang terserapi untuk membiayai pendidikan anak-anak di Indonesia tidak kurang dari Rp. 11 trilyun. Jumlah ini hampir 2 kali anggaran total yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia untuk pendidikan tinggiâ€, tegas pak Rektor. (Humas UGM)