Jamur patogen tumbuhan dapat menular dengan bantuan berbagai agen, seperti angin, air, serangga dan hewan lain. Di zaman modern ini, manusia memiliki potensi terbesar sebagai penular karena mobilitas, kemampuan melewati penghalang (barier) alam, dan menjaga kenyamanan lingkungan sewaktu berpindah.
“Jamur patogen yang terbawa pada atau bersama bahan-bahan dan produk tumbuhan akan dapat tetap viabel dan berbahaya meskipun sudah menempuh jarak yang sangat jauh dan dalam waktu yang cukup lama,†ujar Prof Dr Ir Nursamsi Pusposendjojo MSc, Selasa (8/1) di Balai Senat UGM.
Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Depdiknas mengungkapkan hal tersebut, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian UGM. Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) Fakultas Pertanian UGM 1991-1993 ini, mengucap pidato berjudul “Jamur Dan Kesehatan Tumbuhan Serta Implikasinya Di Era Perubahan Globalâ€.
Asisten Pembantu Rektor V (Bidang Perencanaan) UGM tahun 1995-1999 ini mengungkapkan, peran manusia sebagai penyebar dan penular patogen tumbuhan menjadi kunci di era Perdagangan Bebas. Di era yang ditandai dengan keterbukaan sangat luas, termasuk diberlakukannya sistim perdagangan bebas.
“Keadaan ini menyebabkan lalulintas manusia dan barang, termasuk bahan dan produk pertanian menjadi sangat leluasa. Bahan dan produk pertanian dengan mudah diperdagangkan dan diangkut antar negara melalui kegiatan impor dan ekspor,†tambah Ketua Laboratorium Virologi Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM, 1981-1984 ini.
Selain itu, Ketua Program Studi Fitopatologi Program Pascasarjana UGM 1981-1992 ini, menjelaskan memasuki era globalisasi merupakan suatu peluang untuk memperluas pasar, sekaligus menjadi tantangan bagi produk pertanian. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan produksi yang berkualitas dan efisiensi usahatani dalam merancang pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
“Yang mampu berkompetisi di era global ini, adalah produk pertanian yang aman dan sehat,†jelas suami Sri Kuntari BA ini.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, kata Ketua Unit Elektron Mikroskop LAKFIP UGM 1981-1991, muncul kesadaran bahaya tersembunyi di balik produk yang mulus. Bahwa ambang batas kandungan residu pestisida sudah menjadi ketentuan syarat bagi keamanan pangan (food safety).
“Produk yang sehat sangat erat kaitannya dengan input yang diberikan dalam melakukan kegiatan budidaya termasuk cara-cara pengendalian ramah lingkungan dengan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dan setiap komoditas pertanian yang berorientasi ekspor harus dihasilkan dari proses dengan masukan bahan organik (sistim pertanian organik). Sehingga dikatakan produk aman, jika kandungan residu pestisida memenuhi standar yang ditentukan dan mampu bersaing di pasar bebas,†tandas pria kelahiran Magelang, 12 Mei 1943 ini. (Humas UGM).