
Ancaman kekeringan tahun ini tidak perlu dikhawatirkan, karena yang terjadi bukan kekeringan namun hanya defisit air. Karena itu, jika Indonesia ingin berdaulat air, maka ditinjau dari segi ketersediaan air memang sudah harus ada tampungan-tampungan air yang lebih banyak.
Demikian diungkap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dr. Ir. Basoeki Hadimoeljono, M.Sc dalam dialog Teras Kita bertema “Merdeka 70 Tahun, Wujudkan Kedaulatan Air”, di Balairung UGM, Sabtu (22/8). Diskusi yang digelar UGM bekerja sama dengan Pengurus Pusat KAGAMA, Harian Kompas, dan Radio FM Sonora, hadir sebagai narasumber Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng, Kepala Badan Penyuluhan dan Pembangunan SDM, Kementerian Pertanian, Dr. Dadih Permana, Staf Ahli Bidang Energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Arief Yuwono, Staf khusus Gubernur Jawa Tengah, Drs. Sunaryo dan Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Azwar Maas.
Menurut Menteri PU, membangun tampungan air yang besar menjadi salah satu cara mewujudkan kedaulatan air di Indonesia. Keberadaan waduk dinilai cukup manjur untuk mengatasi kekeringan di musim kemarau terutama untuk kebutuhan sektor pertanian.
Dikatakan, Indonesia saat ini memilik 230 bendungan besar dan dari 91 waduk yang dimonitor selama musim kemarau ini tidak ada satupun yang mengalami kekeringan. Dari luas total irigasi pertanian yang mencapai 7,1 juta hektare, 1 juta hektare irigasi airnya dijamin dari waduk. Dari jumlah itu yang mengalami kekeringan tak lebih dari 1000 hektare.
“Oleh karena itu, jika Indonesia ingin berdaulat air dilihat dari sisi ketersediaan air maka membangun waduk menjadi salah satu cara mewujudkannya,” ujarnya.
Menteri PU menyatakan pemerintah saat ini telah menargetkan pembangunan 49 waduk baru hingga tahun 2019. Bersamaan dengan itu, jumlah irigasi yang pengairannya berasal dari waduk juga terus ditingkatkan.
“Saat ini baru sekitar 14 persen irigasi berasal dari waduk. Kita akan tingkatkan hingga menjadi 20 persen,” katanya.
Sementara untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kekeringan di musim kemarau, Anwar Maas mengajak perlu dibudayakan memanen air hujan untuk diresapkan ke dalam tanah. Selain itu, diperlukan manajemen lingkungan terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS) baik hulu maupun hilir.
“Hutan di daerah hulu harus dijaga, karena air yang diresapkan sangat dibutuhkan hilir yang memproduksi tanaman pangan. Karena itu saya mengapresiasi munculnya komunitas-komunitas restorasi sungai yang menjaga ekologi sungai,” jelasnya.
Terhadap kekeringan yang terjadi saat ini, Andi Eka Sakya menuturkan penguapan yang terjadi di pasifik timur dan tengah sangat berpengaruh terhadap hampir semua penguapan yang semestinya lari di Indonesia. Karena muncul koneksitas di pasifik tengah dan pasific timur mengakibatkan uap air yang ke Indonesia “menghilang”.
“Hal ini tentu berdampak pada beberapa daerah di Indonesia. Meski begitu, tidak betul jika seluruh Indonesia terkena dampak, tetapi yang jelas karena ini terjadi pada musim kemarau, dan musim kemaraunya akan lebih panjang,” katanya. (Humas UGM/ Agung)