Kejadian kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan salah satu kejadian dalam hidup yang datang dalam kondisi tidak diinginkan atau belum saatnya terjadi. KTD pada remaja yang belum menikah maupun yang sudah menikah, berdampak pada dua keputusan, yaitu menjadi orangtua (meneruskan kehamilan, melahirkan dan menjadi ibu bagi anaknya atau menyerahkan anaknya kepada orang lain untuk diadopsi) atau mereka melakukan aborsi.
“Ada penelitian yang menunjukkan bahwa dari 210 juta kehamilan yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun, sekitar 38% tidak diinginkan, dan 22% berakhir dengan aborsi,”papar Sri Handayani dalam ujian terbuka program doktor Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (26/8) di Fk UGM.
Dalam ujian tersebut Sri Handayani mempertahankan disertasinya yang berjudul Studi Kualitatif Longitudinal: Dinamika Resiliensi Dalam Proses Pengambilan Keputusan dan Dampaknya di Kalangan Remaja Yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan di DIY.
Sri Handayani menambahkan daya lentur (resiliency) memiliki posisi kunci bagi individu dalam pengambilan keputusan pada saat menghadapi situasi-situasi sulit dan genting. Dalam kasus KTD, resiliensi merupakan faktor esensial bagi kesuksesan dan kebahagiaan seseorang di masa yang akan datang.
“Kekuatan resiliensi ini dipengaruhi beberapa faktor seperti karakteristik, kepribadian, support system atau sistem pendukung dan kultur budaya,”papar pengajar di STIKes Yogyakarta itu.
Dari penelitian yang dilakukannya terungkap bahwa resiliensi kelompok responden yang melanjutkan kehamilan tampak lebih kuat sehingga mampu melakukan recovery, bahkan thriving (berkembang dengan pesat). Sementara responden yang melakukan aborsi lebih banyak berada di level survival (bertahan), namun ada 1 responden yang setelah aborsi mampu berkembang dengan pesat.
Selain itu Sri Handayani menilai ada beberapa faktor yang berperan dalam dinamika resiliensi, seperti keyakinan pada Tuhan, dukungan orang terdekat, serta kemampuan responden membangun komunikasi.
“Intervensi pelayanan kesehatan sebaiknya memberikan dukungan sosial yang lebih nyata kepada remaja yang mengalami KTD agar memiliki resiliensi yang lebih kuat,”pungkasnya (Humas UGM/Satria)