
YOGYAKARTA – Bila menyaksikan musik gamelan, hampir semua peralatan musiknya berasal dari bahan logam. Bahkan untuk menempatkan peralatan musik gamelan membutuhkan panggung yang cukup luas. Namun tidak lama lagi, kita akan terbiasa menyaksikan gamelan tidak lagi dari bahan logam, melainkan dari bahan kayu. Inilah hasil kreasi yang dikembangkan pencipta gamelan elektronik dari Universitas Gadjah Mada Prof. Ir.Adhi Susanto, Ph.D.
Saat ini dirumahnya, ia tengah mengembangkan peralatan gamelan yang tebuat dari bahan kayu. Meski dalam ukuran kecil, peralatan gamelan tersebut mampu menghasilkan bunyi yang tak ubahnya dengan suara gamelan pada umumnya. Berbeda dengan gamelan yang sering kita temui, gamelan kayu yang satu ini yang terdiri kendang, bonang, gambang, kendang, kempul dan gong dilengkapi sensor yang dihubungkan dengan teknologi gamelan elektronik atau gameltron. “Untuk kendangnya sudah jadi. Sedang diselesaikan bonang, kethuk dan gong,” kata Adhi dalam seminar Musik dan Teknologi yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hadjasoemantri (PKKH) UGM, Rabu (26/8).
Guru Besar emeritus dari Jurusan Teknilk Elektro Fakultas Teknik UGM ini mengatakan setiap kali gamelan kayu dimainkan akan bisa menghasilkan bunyi gamelan karena menghasilkan suara dari gamelan elektonik atau bisa disebut gameltron. Menurut Adhi, gamelan kayu ini hanya memerlukan ruangan berukuran seluas 4×4 meter persegi. Dengan begitu, gamelan kayu ini akan bisa dimainkan oleh para anak-anak di sekolah. “’Saya membayangkan siswa sekolah dasar terutama di pulau jawa memainkan gamelan tanpa harus memainkan gamelan aslinya,” katanya.
Adhi menuturkan pembuatan gamelan dari logam tidaklah mudah. Setiap pengrajin pengrajin gamelan umumnya hanya mampu memproduksi maksimal dua set gamelan setiap tahunnya. Bahkan satu set gamelan yang bagus harganya bisa mencapai empat hingga lima ratusan juta. “Biaya untuk membuat gamelan memang mahal, makanya setiap pengrajin hanya bisa produksi 2 set per tahun,” tuturnya.
Sampai saat ini, terangnya, peralatan gamelan dari kayu ini tengah digarap dengan mengkombinasikan gamelan eletronik yang diciptakannnya pada era tahun 1970-an. Rencanaya, apabila ada yang ingin membantu proses produksi gamelan ini, Adhi berharap sebelum akhir tahun ini dirinya berencana akan menampilkan gamelan kayu tersebut pada kegiatan Dies Natalis UGM. “Tentu sebaiknya dimainkan oleh pemain yang juga professional,” ungkapnya.
Meski tidak menjelaskan biaya produksi yang perlukan untuk satu set perlatan gamelan kayu tersebut, Adhi mengatakan jika dikerjakan dengan produksi massal tentu harganya sangat terjangkau. Tidak hanya itu, Adhi berharap adanya gamelan dari kayu ini nantinya akan lebih mengakrabkan anak-anak dengan musik gamelan. “Kita ingin anak-anak mengenal gamelan sedini mungkin,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)