Sekitar 150 produsen dan pengrajin nata de coco di wilayah DIY dan Jawa Tengah berkumpul di kampus UGM mengikuti talkshow “Pemberdayaan, Pembinaan, dan Perlindungan Produsen Nata de Coco Daerah Istimewa Yogyakarta”. Kegiatan digelar Sabtu, 29 Agustus 2015 di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM.
Acara yang diselenggarakan FTP UGM bekerjasama dengan Asosiasi Nata de Coco (ASNACO) DIY ini dibuka secara langsung oleh Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat Dr. Ir. Chusnul Hidayat. Menghadirkan sejumlah pembicara dari berbagai bidang antara lain dari Dinas Perijinan Kabupaten Bantul, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY , Kepala BPOM DIY dan Kepolisian. “ Dalam kesempatan tersebut disampaikan berbagai hal terkait industri nata de coco. Mulai dari perijinan usaha, pengelolaan limbah, cara produksi nana de coco yang baik, kemanan produk, serta pengembangan pasar,”jelas Ketua panitia kegiatan Prof.Dr. Endang S. Rahayu, dalam rilis yang dikirim Senin (31/8).
Disebutkan Endang, para perajin nata de coco juga memperoleh penjelasan dari pihak kepolisisan terkait kepastian tidak akan dilakukan penggrebekan usaha. Kepolisian memastikan tidak akan melakukan penggerbekan jika mereka telah melakukan produksi sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. “Para perajin dan produsen nata DIY dan sekitarnya menyatakan siap untuk memproduksi nata sesuai pertauran yang berlaku dan akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memajukan usaha ini,”terangnya.
Sementara Ketua Asosiasi Nata de Coco Yogyakarta, Heri Supratikno menyebutkan wilayah DIY dan Jawa Tengah menyimpan potensi besar dalam produksi nata de coco. Setidaknya 40 persen produksi nata de coco nasional dihasilkan dari kedua provinsi tersebut. Dengan demikian upaya pemberdayaan dan pembinaan para perajin nata perlu dilakukan.
Dalam kesempatan tersebut FTP UGM juga menyampaikan program pelatihan cara pengolahan pangan yang baik bagi pengrajin nata. Disamping itu juga menginisiasi terbentuknya model desa nata de coco sebagai tempat percontohan untuk memproduksi nata yang baik.
Pertemuan ini diakhiri dengan “Deklarasi Kerjasama Terintegrasi antara Asosisasi, Akademisi, dan Pemerintah untuk Meningkatkan Produktivitas, Kualitas, dan Nilai Tambah Nata de Coco yang Ramah Lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta” oleh Ketua ASNACO (Asosiasi), FTP UGM (Akademisi) dan para nara sumber (Pemerintah). (Humas UGM/Ika)