Jika kejujuran masih mendapat tempat yang terhormat di masyarakat barat yang relatif individualis, maka semestinya di masyarakat timur kejujuran pastilah bukan hal yang asing. Bagi Slamet Sugiri, masyarakat dengan adat ketimuran pasti akan menjujung tinggi kejujuran. Pun dalam konteks perniagaan, kejujuran akan selalu dinantikan.
Demikian isi pidato Pengukuhan Prof. Dr. Slamet Sugiri, M.B.A., Akt sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM hari Kamis, 1 Desember 2005 di Balai Senat UGM.
Menurut guru besar kelahiran Tegal, 16 Mei 1957 ini, manajemen yang jujur tidak berarti harus mengorbankan diri sendiri untuk kepentingan pemegang saham. Manajemen yang jujur mengedepankan penyajian fakta bisnis dan ekonomi yang sesungguhnya. Kejujuran di sini berarti satunya kata dengan perbuatan (walk the talk) serta upaya menghindarkan diri dari konflik kepentingan. Kejujuran yang dihubungkan dengan pelaksanaan suatu amanah akan menjelma menjadi integritas. Kejujuran yang lebih bersifat pribadi berubah menjadi integritas yang lebih luas cakupannya dan berorientasi pada pelaksanaan tugas. “Seseorang dikatakan berintegritas jika dia bertindak adil kepada diri sendiri dan pihak lain. Integritas juga mensyaratkan ketulusan dalam berperilaku dan menjunjung tinggi kepentingan pemberi amanahâ€, ujar Prof. Sugiri.
Dari pidato berjudul “Kejujuran Manajemen Sebagai Dasar Pelaporan Laba Berkualitas†lebih jauh Prof. Sugiri mengungkapkan, kejujuran dan integritas manejemen akan berbuah pada peningkatan rasa percaya pelaku pasar. Konsekuensinya adalah efisiensi alokasi sumber daya dan kekayaan. “Selain itu, kejujuran yang direpresentasi oleh pengungkapan penuh informasi keuangan akan berakibat peningkatan simetri informasi yang pada gilirannya akan menurunkan biaya modalâ€, tutur Prof. Sugiri.
Prof. Sugiri juga berharap kejujuran manajemen selalu konsisten merupakan hal yang naïf. Ada dua kondisi yang merupakan prasyarat munculnya kejujuran tersebut. Pertama, kultur organisasional harus mendukung pengambilan keputusan yang etis. Kedua, manajemen harus memiliki pemotivator untuk selalu tidak jujur. Singkatnya, organisasi seharusnya memasukkan dimensi kejujuran dalam prosedur operasi standarnya (standard operating procedures). “Dengan demikian, tindakan jujur merupakan pemenuhan kultur perusahaan sekaligus kebutuhan manajemenâ€, tambah Koordinator Pengelola Program Swadaya FE UGM (Humas UGM)