Pada hari Selasa, 29 November 2005 lalu, telah dilakukan pertemuan antara Persatuan Insinyur Indonesia, Fakultas Teknik UGM dan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Kegiatan yang dilakukan di Fakultas Teknik UGM ini, untuk menindaklanjuti pelaksanaan MoU tiga pihak pada Sidang Dewan Insinyur PII di Bukittinggi, 30 April 2005. Nota kesepahaman diantaranya mendorong pembukaan program profesi insinyur (Ir.) seperti yang diamanatkan dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas.
Seperti dinyatakan oleh Ir. Lamhot Sinaga, Direktur Eksekutif PII, hasil survey yang dilakukan PII di tahun 2003 menunjukkan bahwa Sarjana Teknik dan Sarjana Teknologi di Indonesia belum mampu memenuhi kriteria “engineer†seperti yang dimaksudkan ABET (Accredditations Board of Engineering and Technology). Termasuk diantara criteria yang belum terpenuhi adalah kemampuan bekerja antar kejuruan dan ketrampilan praktek keinsinyuran. “Sehingga dengan demikian lulusan Fakultas Teknik dan Fakultas Teknologi di Indonesia secara substantif belum memiliki hak untuk disebut sebagai seorang “engineer†atau insinyur. Alumni perguruan tinggi sekarang ini masih diarahkan untuk memenuhi gelar akademik ST atau STP – bukan gelar profesiâ€, kata pak Lamhot.
Sementara itu, Dr. Ir. Danang Parikesit selaku Ketua PII DIY menyebutkan bahwa gelar profesi insinyur merupakan galar yang tidak saja berkaitan dengan kemampuan analisis dan eksekusi proyek ke-insinyur-an, melainkan juga memiliki implikasi tanggungjawab publik. “Sebagai contoh anjloknya jalan tol Cipularang merupakan bentuk tanggung jawab publik (tanggung renteng) dari para insinyur perancang, pengawas dan pelaksana konstruksi-dan bukan semata-mata perusahaan konstruksi dan PT. Jasa Margaâ€, terang dosen FT UGM ini.
Pak Danang mengatakan dengan pemberian gelar insinyur, maka asosiasi profesi seperti PII memiliki tanggung jawab untuk pembinaan profesi selain tanggung jawab pendidikan profesi yang menjadi tanggung jawab perguruan tinggi.
Asisten Wakil Rektor bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UGM ini juga mengungkapkan, UGM melalui FT dan FTP bersama-sama dengan PII telah mengembangkan program profesi insinyur yang memiliki muatan 30 % teori dan 70 % praktek, terutama dalam bentuk kegiatan pemagangan/internship dengan industri dan pemberian materi oleh praktisi. “Koordinator tim program profesi ini adalah Prof. Dr. Ir. Wahyudi dari FT UGMâ€, tukas pak Danang.
Setelah mengikuti pendidikan profesi, lanjut pak Danang, maka seorang sarjana dengan gelar akademik ST atau STP akan berhak mendapatkan gelar Ir dan akan menjadi pintu masuk ke dunia kerja ke-insinyur-an dan berhak atas tanggungjawab perancangan, supervise, dan pelaksana proyek.
Dengan demikian, Ir. Rauf Purnama selaku Ketua PII Pusat berharap bahwa Program Profesi Insinyur dapat diluncurkan tahun 2006, sekaligus untuk menyongsong terbitnya UU Keinsinyuran yang saat ini sedang dalam pembahasan di DPR. (Humas UGM)