Pada hari ini, Senin tanggal 5 Desember di Balai Senat UGM dilakukan Upacara Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Prof. Dr. Budi Winarno, M.A.
Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Globalisasi dan Krisis Pembangunan: Bagaimana dengan Indonesiaâ€, Prof. Budi Winarno mengatakan bahwa jika pembangunan dimaknai sebagai perluasan ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan segala macam hambatan kerah pencapaian kebebasan tersebut, maka pembangunan harus mampu memenuhi kebutuhan fisik dan psikis sekaligus. “Dengan demikian, jika pembangunan gagal meraih tujuan-tujuan itu, maka pembangunan tersebut dinyatakan gagal. Tidak menjadi soal, apakah suatu pembangunan direncanakan oleh negara (state-led development) ataukah dikendalikan oleh pasar (market-driven development)â€, tutur Prof. Budi Winarno.
Dalam kaitan tersebut, dosen Hubungan Internasional Fisipol UGM ini menuturkan, globalisasi neoliberal yang mendorong pembangunan kearah pendulum dominasi pasar atas negara telah menciptakan hambatan-hambatan diatas. Dengan kata lain, pembangunan yang sejatinya diarahkan untuk memperluas ruang kebebasan manusia justru telah menciptakan ketidakbebasan tersebut sebagai akibat rendahnya kualiats hidup dan marginalisasi politik, ekonomi, dan sosial dalam waktu bersamaan. “Pada akhirnya, globalisasi neoliberal yang ditopang oleh kapitalisme global telah menciptakan dua krisis sekaligus, yakni krisis polarisasi kelas (the crisis of class polarization) dan krisis lingkungan (ecological unsustainability)â€, terang Prof. Budi Winarno.
Lebih jauh Asesor Prodi S1, S2, S3, BAN-PT Depdiknas Jakarta ini menjelaskan bahwa, krisis polarisasi kelas terjadi karena sejumlah perkembangan dari kelompok yang sangat kaya (very rich) dengan kelopmpok yang sangat miskin (very poor), dan menajamnya kesenjangan diantara mereka. Polarisasi global telah mengalami peningkatan, kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin terus tumbuh meskipun kebijakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi global yang mengesankan telah terjadi selama lebih dari lima puluh tahun sejak tahun 1945. “Sementara itu, kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi antarnegara, tetapi juga mencakup orang. Kemiskinan, kelaparan, dan penyakit menular terus menyebar, dan kelompok perempuan masih menempatimayoritas masyarakat yang paling miskin di duniaâ€, ujar Prof. Budi Winarno.
Dengan demikian, guru besar kelahiran Klaten, 25 November 1947 ini membuktikan bahwa pasar tidaklah lebih efektif dalam mendistribusikan sumber-sumber ekonomi dibandingkan dengan negara. Bahkan sebaliknya, pasar mempunyai efek destruktif yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara. “Ini karena pasar bekerja untuk dirinya sendiri, akumulasi kekeyaan untuk individu pemilik modal, sedangkan negara merupakan tindakan kolektif yang diorientasikan untuk mencapai kesejahteraan warga negaraâ€, tegas dosen Ilmu Politik Pascasarjana UGM. (Humas UGM)