Banyak faktor mengancam ketahanan keluarga Indonesia. Salah satu faktor berpengaruh adalah media elektronik, seperti televisi. Berbagai kerapuhan dalam membangun keluarga dipertontonkan, semisal kekerasan dalam rumah tangga.
“Dalam diri anak-anak sekarang ini dipertontonkan pembunuhan di televisi, sebenarnya kekerasan di dalam keluarga berawal dan paling besar mempengaruhi adalah media elektronik. Entah itu televisi atau media elektronik lainnya”, kata GKR Hemas di Fakultas Psikologi UGM, Jum’at (11/9) pada Workshop Penentuan Indikator Ketahanan Keluarga: Perspektif Akademis, Pemangku Kebijakan dan Pakar Keluarga.
Sebagai anggota DPD RI, GKR Hemas mengungkapkan bila saat ini DPD RI sedang merancang UU Kerasan terhadap Perempuan dan Anak. Dengan legislasi UU ini diharapkan menjadi acuan nantinya baik untuk pemerintah maupun masyarakat.
GKR menambahkan berbagai kasus kehamilan anak-anak saat ini semakin tahun semakin maju. Jika di tahun 1980-an terjadi pada anak-anak usia SMA, maka di tahun 1990an merambah anak-anak SMP. Bahkan, di tahun 2000-an sudah semakin lebih kecil lagi.
“Dan sekarang mengakhiri tahun 2000 ini, bukan hanya kehamilan, tetapi juga kekerasan seksual pada anak-anak. Di tahun 1990an, saya sudah mengusulkan perubahan sistim pendidikan, bahwa pendidikan bukan hanya secara formal saja, namun harus disisipi pendidikan seksual. Karena kita harus bisa memberikan pemahaman pada masyarakat, khususnya anak-anak kita”, tuturnya.
Hal yang sama disampaikan Hj Tri Kirana Muslidatun, S.Psi, istri Walikota Jogja. Banyak ancaman terhadap ketahanan keluarga dengan berbagai kasus yang ada. Dari mulai penyimpangan seks dalam keluarga hingga kekerasan ibu terhadap anak, penyalahgunaan narkoba dan lain-lain.
Karena itu, Tri Kirana berharap masyarakat membangun kesadaran bagi terwujudnya keluarga yang tangguh. Bahwa ketahanan dan ketangguhan dalam keluarga dapat dilakukan dengan aksi yang nyata.
“Banyak tantangan dihadapi keluarga, diantaranya informasi seks bebas yang ada di internet. Saya sesungguhnya berharap Indonesia memiliki bank data, seperti di Singapura, Malaysia bahkan Cina. Melalui face book saja yang berbau porno bisa masuk, karena itu pemerintah jangan hanya membuat planning, tapi tidak terealisasi”, ujarnya (Humas UGM/ Agung).