YOGYAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prof Pratikno mengatakan reformasi birokrasi dalam satu dekade terakhir belum menunjukkan hasil yang maksimal karena korupsi masih menjadi masalah serius di setiap lini birokrasi. Meski upaya pencegahan dan penindakan serta pemberantasan korupsi gencar dilakukan namun tidak memberikan pengaruh signifikan pada layanan publik dan reformasi birokrasi. “Kita harus menukan cara baru, reformasi birokrasi itu cerita lama, yang diperlukan strategi baru ke arah itu,” kata Pratikno dalam seminar nasional membangun Indonesia dari Daerah, Sabtu (12/9), di ruang Balai Senat UGM.
Pemerintah saat ini kata Pratikno mencari cara untuk mendorong reformasi birokrasi yang dinilainya belum berjalan optimal. Meski sudah ada delapan area perubahan untuk mendorong upaya reformasi birokrasi yakni organisasi, tata laksana, SDM aparatur, peraturan perundang-undangan, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, dan budaya kerja aparatur.
Meski pemerintah mendukung upaya pemberantasan korupsi di tingkat birokrasi, tidak serta merta mendongkrak budaya kerja birokrat menjadi lebih baik. Meski begitu, imbuh Pratikno, pemerintah berusaha keras untuk menemukan sumber pangkal masalah reformasi birokrasi. Beberapa bidang yang mulai dibenahi adalah bidang fiskal, perizinan, pengadaan, dwelling time dan regulasi. “Perlu dipikirkan memulai dari titik yang baru. Mengurai simpul utama yang tersumbat, ketimbang mengurusi seluruh masalah,” katanya.
Pratikno menilai lamanya proses bongkar muat barang di pelabuhan atau lebih dikenal dwelling time menghambat iklim usaha karena menyebabkan nilai kerugian ekonomi mencapai triliunan rupiah. “Bayangkan menyimpan barang terlalu lama, sama saja dengan menimbun barang,” paparnya.
Bidang pengadaan Barang dan jasa, kata Pratikno, juga menjadi sorotan pemerintah. Sistem pengaturan pengadaan barang yang ada selama ini justru menghambat kerja pemerintah. Pratikno mencontohkan, aturan sistem pengadaaan barang dan jasa bisa bisa menyebabkan instansi pemerintah membeli barang yang jauh lebih mahal dari harga pasar. Bahkan lamanya proses pengadaan juga disesalkan Pratikno. ”adang pengadaan pupuk baru bisa jalan ketika musim panen sudah selesai,” tegasnya.
Diakui Mensesneg masih banyak hambatan di bidang lain yang terus dicari jalan keluarnya oleh pemerintah sehingga agenda reformasi birokrasi bisa berjalan dengan baik. Menurutnya apa yang dilakukan pemerintah saat ini ditunggu hasilnya oleh masyarakat dan pasar untuk meningktaan optimisme di tengah krisis ekonomi dunia yang tidak ramah.
Selain Mensesneg, Seminar yang dilaksanakan dalam rangka memeriahkan Rangkaian Dies Natalis Fisipol UGM ke-60 ini juga menghadirkan Walikota Singkawang, Kalimantan Barat, Drs, Awang Ishak, M.Si dan Bupati Keerom Papua, Dr. Yusuf Wally, SE., MM. Dalam kesempatan itu, Awang Ishak menilai Pilkada langsung di berbagai daerah berdampak negatif pada pembinaan karier pegawai. Pasalnya pejabat yang tidak disukai atau dipandang berseberangan dengan kepala daerah terpilih terancam kariernya. Bahkan isu SARA selalu mewarnai setiap Pilkada yang pada akhirnya memberi warna juga pada birokrasi. ”Cita-cita untuk membangun birokrasi yang netral, profesional dan berdiri di atas semua golongan sulit terwujud,” terangnya.
Sementara Dr. Yusuf Wally, SE., MM., menuturkan rendahnya pelayanan publik dan proses pembangunan yang kurang maksimal di tingkat distrik dan kampung yang ada di kabupaten Keerom Papua disebabkan rendahnya kualitas SDM dan mentalitas aparatur. Sehingga berdampak pada pelayanan birokrasi dan publik yang tidak maksimal, angka kemiskinan terus bertambah dan angka korupsi semakin tingggi. ”Bila ini terjadi, tingkat kepercayaan rakyat terjadap pemerintah semakin menurun,”paparnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)