![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/16091514423656161431313284.jpg)
Melonjaknya kebutuhan air dan menurunnya ketersediaan telah melahirkan krisis air di banyak daerah di tanah air. Kebutuhan air untuk pertanian (irigasi) hingga saat ini menempati lebih dari 85 persen dari total kebutuhan air. Oleh karena itu, upaya untuk menekan konsumsi air irigasi melalui sistem irigasi yang lebih efisien dan hemat air menjadi sangat penting, karena akan berpengaruh secara signifikan terhadap neraca air di suatu wilayah.
Adalah mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Kurnia Subekti lantas mencoba mengembangkan salah satu metode irigasi sebagai bisa menjadi alternatif yakni irigasi menggunakan olla (kendi). Pengembangan ini berdasar teori Daka (1991) yang menemukan bahwa penggunaan olla sebagai media irigasi dapat menghemat hingga 70 persen dibanding dengan penyiraman dengan menggunakan ember dan sprinkler.
“Sistem irigasi ini memanfaatkan sifat porus dari dinding tanah liat untuk mengalirkan air secara perlahan-lahan, sehingga persentase air yang hilang melalui perkolasi dan evaporasi sangat sedikit bila dibandingkan dengan sistem irigasi konvensional,” ujar Kurnia Subekti, di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Rabu (16/9).
Kurnia menjelaskan OFERS (Ollas Fertigation System) merupakan sistem yang menggabungkan irigasi bersamaan dengan pemberian pupuk. Sistem OFERS ini mempertimbangkan karakteristik fisik olla serta integrasinya dengan sistem irigasi otomatis, agar air dan nutrisi dapat selalu tersedia dalam jumlah, saat dan kualitas yang tepat untuk tanaman.
“Penelitian mengenai pengukuran kemampuan olla dalam menyalurkan unsur hara telah beberapa kali dilakukan oleh Sastrohartono di tahun 2010 dan Agustina di tahun 2011. Sayang, penelitian mengenai efisiensi dan efektifitas sebaran air dan nutrisi melalui sistem fertigasi serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman belum banyak dilakukan.” jelasnya.
Oleh karena itu, Kurnia mengaku berminat melakukan penelitian. Dari penelitian yang ia lakukan berharap dapat mengetahui efektifitas dan penghematan sistem fertigasi olla dalam melepas air dan memasok nutrisi kepada tanaman. Efektivitas, katanya, dinilai dari sebaran lengas tanah dan nutrisi di daerah perakaran tanaman serta pertumbuhan tanaman. Sementara tinggi tanaman dan jumlah daun digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman akibat pemberian air dan nutrisi.
“Saya berharap dari penelitian ini dapat digunakan untuk merancang sistem irigasi olla yang yang lebih efisien dan hemat dalam penggunaan air dan pupuk. Karena bagaimanapun dampak pengembangan irigasi olla adalah penghematan pemakaian air dan peningkatan produktifitas hasil pertanian tanaman pangan terutama holtikultura di daerah yang ketersediaan air irigasinya kurang atau sangat kurang”, katanya.
Dalam penelitiannya, Kurnia menggunakan modifikasi dari metode yang dikembangkan Sastrohartono di tahun 2010 tentang Teknik Fertigasi pada Lahan kering dengan penambahan variabel bentuk kendi (bulat, panjang, dan pot) dan difokuskan pada lahan bertekstur pasir. Selain itu, pengumpulan data sifat fisik tanah, konduktifitas hidrolik olla dan pengujian pola pembasahan tanah serta sebaran nutrisi dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM.
Sementara itu, data tentang pengaruh pemberian air irigasi terhadap pertumbuhan tanaman dikumpulkan melalui pembuatan plot percobaan di rumah kaca. Jumlah dan lebar daun serta tinggi tanaman digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Data pola pembasahan tanah diperoleh melalui pembuatan model fisik sistem irigasi olla untuk melakukan simulasi pergerakan air di dalam tanah untuk bentuk olla yang berbeda-beda. Kadar lengas tanah pada kendi diamati menggunakan sensor kadar lengas dengan menggunakan Campbel Scientific, tipe : CR-800 TM.
Terkait metode ini, Kurnia menjelaskan sebaran nutrisi diamati dengan cara mengambil sampel tanah pada berbagai kedalaman dan jarak terhadap olla kemudian diuji menggunakan Nitrat sensor merk: Horiba, Tipe: B-74TM. Pengamatan kadar lengas tanah dan pola pembasahan tanah dilakukan setiap jam selama 6 jam. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap 1 hari sekali. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang bertekstur pasir.
Simulasi pola pembasahan tanah untuk berbagai bentuk kendi dilakukan menggunakan model Hydrus-2D. Hasil pola pembasahan hasil observasi dengan simulasi diverifikasi menggunakan RMSE (Root Means Square Error), sedangkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman tomat dianalisis menggunakan analisis statistika.
Dalam penelitian Kurnia, pola persebaran air dan nutrisi melalui Olla dilakukan di laboratorium menggunakan plot berukuran 60 x 100 x 100 cm. Pengambilan data dilakukan selama kurang lebih 1,5 bulan. Olla yang berbentuk setengah bagian ditempel pada bagian plot kaca lalu pola pembasahan yang terlihat dapat diukur menggunakan penggaris. Selain itu, digunakan pula alat berupa sensor lengas tanah berjumlah 10 buah untuk mengetahui pergerakan air yang terjadi melalui pori-pori tanah. Metode digunakan karena memiliki kelebihan yaitu pembacaan lengas tanah yang lebih akurat.
“Hasil penelitian menunjukkan pola pembasahan tanah pada olla berbentuk bulat lebih kecil daripada yang lain. Hasil penelitian menunjukkan olla berbentuk bulat lebih efisien karena memiliki luas permukaan paling besar sehingga konduktivitas olla kecil. Semakin kecil konduktivitas olla, maka volume air yang keluar akan semakin kecil. Tanah bertekstur pasir didominasi oleh pori makro sehingga kemampuan meloloskan air cukup besar. Hal ini menyebabkan kehilangan air akibat perkolasi besar. Dinding olla yang berifat porus dapat melepas air secara perlahan (slow release) sehingga sangat cocok diaplikasikan di tanah bertekstur pasir karena dapat menekan kehilangan air akibat perkolasi”, jelasnya lagi.
Kurnia menuturkan bahwa hasil pengamatan irigasi olla terhadap pertumbuhan tanaman tomat selama dua bulan menunjukkan respon yang berbeda pada tiap perlakuan. Tanaman dengan jarak penanaman 10 dan 5 cm dari olla menunjukkan laju pertumbuhan yang tinggi dan telah mulai berbunga pada umur 7 minggu. Perlakuan dengan jarak tanam 10 cm dari kendi menunjukkan hasil yang paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat ruang akar untuk berkembang dan tidak terjadi perebutan makanan antara tanaman satu dengan yang lain.
Untuk itu, kata Kurnia, potensi penggunaan OFERS di Indonesia sangat besar mengingat masih banyak wilayah yang mengalami kekeringan. Penggunaan air pada sistem irigasi olla sangat hemat dan efisien bila dibandingkan dengan sistem irigasi konvensional. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sistem irigasi konvensional pada lahan pasiran tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman, diduga karena kekurangan pasok air dan nutrisi.
“Bagaimana pun sistem olla mampu memasok air dan nutrisi tanaman secara bersamaan dan langsung ke daerah perakaran tanaman secara perlahan sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga hal tersebut dapat menghemat air irigasi karena jumlah air yang hilang melalui evaporasi dan perkolasi relatif sangat sedikit. Olla yang paling efektif dalam memasok air dan nutrisi adalah olla yang berbentuk bulat. Hal ini disebabkan bentuk bulat memiliki luas permukaan yang paling besar sehingga pasok air untuk tanaman dapat terjadi secara tepat waktu, lokasi, dan jumlah. Irigasi konvensional tidak dianjurkan pada tanah yang bertekstur pasiran karena boros air dan juga memerlukan tenaga dan biaya irigasi yang cukup tinggi,” papar Kurnia. (Humas UGM/ Agung)