
Jakarta – Gas bumi telah menjadi sumber energi yang memegang peranan penting dalam mendorong ketahanan energi di Indonesia. Namun demikian, berbagai persoalan disektor gas seperti mahalnya harga gas dan minimnya pasokan gas di pasaran masih saja terjadi karena ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan pengaturan gas.
Menurut Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, DR. Deendarlianto, kehadiran agregator gas dapat menjadi solusi yang dapat membantu pemerintah dalam pengaturan gas dalam negeri. Berdasar hasil penelitian, secara hukum adanya badan penyangga ini telah memenuhi alasan teoritis, konstitusional, dan sosiologis dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya.
Di sejumlah negara terdapat tiga bada serupa yakni single aggregator supply demand, aggregator supply terpisah dari aggregator demand, dan aggregator kewilayahan. Tiga lembaga tersebut telah diterapkan oleh beberapa negara sesuai dengan kebutuhan masing-masing. “Ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangan, namun yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia adalah aggregator sulpply nasional yang terpisah dari agrgegator demand nasional,” jelasnya, Kamis (10/9) dalam acara Diseminasi Hasil Kajian Tata Kelola Gas Bumi di Sektor Hilir di Hotel Aryaduta Jakarta.
Deendarlianto menilai aggregator supply nasional terpisah dari aggregator demand nasional dapat mengintegrasikan pasar gas Indonesia tepat untuk mengintegrasikan pasar gas Indonesia dan mengurangi disparitas harga. Selain itu juga diharapkan dapat mendorong pembangunan infrastruktur gas. “Pada prinsipnya konsep aggregator gas ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat dengan harga terjangkau dan bisa menjamin keamanan pasokan gas,” tuturnya.
Ditambahkan Deendarlianto, ia mendorong perang swasta untuk turut membangun infrastruktur gas. Pasalnya selama ini pihak swasta tidak banyak bermain dalam industri gas. “Levelnya hanya trader-trader saja. Harapannya swasta ikut bermain di level lokal dan mengembangkan infrastrukturnya juga,” katanya.
Sementara tim kajian Gas Bumi PSE UGM, Dr. Adhika Widyapraga menyebutkan bahwa peran aggregator supply terbatas dalam pengumpulan gas saja. Sementara itu, aggregator demand berperan dalam penyaluran gas kepada pengguna. Selanjuntnya untuk perusahaan distribusi gas lokal dapat diambil alih oleh BUMD ataupun BUMN. “Tidak perlu khawatir perannya akan hilang jika diberlakukan aggregator gas,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut turut hadir Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna P. Sugarda. Menghadirkan dua pembicara kunci Harry Purnomo, anggota Komisi VII DPR RI dan Dr. Tumiran, anggota DEN. Selain itu hadir sebagai narasumber Susyanto,M.Hu., Sekretaris Dirjen Migas, Dr. Muhammad Saptamurti, Deputi Perundang-Undangan Kementrian Sesneg, dan Sunandar, Kasubdit Migas Kementrian PPN/BAPPENAS. (Humas UGM/Ika)