
Pengguna lulusan Sekolah Vokasi saat ini tidak semata-mata butuh mereka yang memiliki kemampuan teknis, namun para pengguna juga membutuhkan lulusan yang memiliki kemampuan manajerial. Untuk itu, Sekolah Vokasi (Diploma 3 dan Diploma IV) kini harus bersiap memiliki kurikulum guna membekali mahasiswanya dalam membentuk soft skill.
Menurut Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Vokasi UGM, Wikan Sakarinto, S.T., Ph.D untuk membentuk soft skill maka salah satu praktek yang dilakukan adalah dengan program magang. Dalam program link and match, program magang ini bersifat wajib.
“Karena itu, program studi harus membuat program magang. Untuk Diploma 3 bisa satu semester dan Diploma IV selama 2 semester”, ujarnya di Hall Perpustakaan Sekolah Vokasi UGM, Rabu (16/9).
Berbicara dalam workshop Pengembangan Inovasi Akademik Sekolah Vokasi UGM Berbasis Link and Match dan Konsep Teaching Industry, Wikan mengatakan program magang bisa diperdalam dengan berbagai perguruan tinggi luar negeri dan dalam negeri. Target program magang agar mahasiswa mendapat pengalaman langsung sehingga menjadikan mereka terbuka dan bersemangat dalam kuliah.
“Seperti yang dilakukan di Swiss German University (SGU) dan beberapa industri dalam negeri. Magang menjadikan mahasiswa tahu betul praktek itu kayak apa. Mahasiswa melihat di industri betulan”, ujarnya.
Wikan berpandangan para pengelola Sekolah Vokasi mestinya harus tahu dan memahami kompetensi yang paling diminati dunia kerja. Data menunjukkan sebanyak 59 perusahaan nasional ketika diminta mengisi polling terkait mengisi kemampuan apa yang paling diinginkan dari lulusan perguruan tinggi, maka mereka menunjuk communication skill. Menyusul self management, presentation, leadership, personality development, problem solving, conflict management, emotional control skill, conitive and knowledge dan project management skill.
“Lantas pertanyaan IPK tinggi, masuk ke nomor berapa? IPK tinggi kalau mau diterjemahkan menurut itu maka dekat dengan kognitif sehingga IPK memang dibutuhkan tapi bukan yang utama”, katanya. (Humas UGM/ Agung)