Peningkatan jumlah mahasiswa Fakultas Pertanian UGM perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, baik program studi, jurusan dan fakultas. Peningkatan tersebut harus segera diikuti dengan penambahan jumlah kelas paralel agar memberikan suasana kondusif dalam proses pembelajaran.
Atas peningkatan tersebut, Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari menuturkan diperlukan upaya optimalisasi penggunaan ruang pada jam kerja dan mempermudah akses penggunaan laboratorium lain yang belum optimal. Optimalisasi penggunaan ruang dapat diupayakan dengan manajemen ruang yang baik di bawah satu pengelola ruang.
“Tingginya jumlah peminat dan tingkat kompetisi dalam seleksi mahasiswa baru diharapkan secara langsung berdampak pada kualitas mahasiswa dan kualitas lulusan”, kata Dekan saat puncak Dies ke-69 Fakultas Pertanian UGM, Senin (28/9).
Jamhari mengakui terjadi peningkatan angka registrasi mahasiswa baru dalam tiga tahun terakhir. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa calon mahasiswa sudah mantap dengan pilihannya.
“Mahasiswa yang diterima di Fakultas Pertanian memilih Fakultas Pertanian UGM sebagai pilihan yang pertama dan kedua. Hal ini memperlihatkan pertanian bukan lagi menjadi pilihan terakhir”, paparnya saat menyampaikan laporan tahunan dekan.
Meski begitu, ia tidak menampik bila beberapa calon mahasiswa tidak melakukan registrasi sebesar 10,7 persen, karena diterima di Perguruan Tinggi Kedinasan. Data mahasiswa baru Fakultas Pertanian UGM tahun 2015 menyebut dari 534 mahasiswa diterima, sebanyak 477 melakukan registrasi.
“Karena itu pengenalan kampus yang humanis dan motivatif diharapkan dapat memberikan dorongan bagi mahasiswa untuk lebih bergairah lagi dalam memperdalam bidang pertanian”, imbuhnya.
Pengelolaan Hama Terpadu
Sementara itu, dalam orasi ilmiah Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc., menyampaikan pidato berjudul Menengok dan Merancang Kembali PHT di Indonesia. Dikatakannya, strategi Pengelolaan Hama Terpadu memiliki tiga karakter yang sangat rasional untuk kondisi saat ini maupun di masa mendatang, yaitu keberlanjutan ekologis, secara sosial diterima dan secara ekonomi menguntungkan.
Meski begitu, implementasi PHT di Indonesia belum mampu untuk mengubah status hama utama menjadi hama minor yang secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, menggabungkan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Hama Skala Luas (PHSL), yang kemudian disebut sebagai PHT Lanskap (PHTSL) diharapkan mampu mempertahankan tiga karakter dan juga mengubah status hama utama.
Bahwa strategi baru ini juga didasarkan pada teori lama dimana pengelolaan hama yang memiliki nilai ekonomi tinggi hanya akan efektif jika dilakukan secara luas, terprogram, terkoordinasi dalam kurun waktu lama (banyak generasi terus menerus). “Teknologi pengendalian yang mempunyai daya supresif tinggi, namun hanya dilakukan pada generasi tertentu dan hanya pada area atau petak tertentu bisa ditebak hanya akan memberikan manfaat sementara”, papar Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.,Sc saat Orasi ilmiah Puncak Dies Natalis ke-69 Fakultas Pertanian, Senin (28/9).
Menurut Andi Trisyono penggunaan pestisida yang dilakukan hanya pada petak atau area tertentu hanya akan mampu mengendalikan pada area tersebut untuk jangka waktu yang pendek. Area tersebut dalam waktu yang tidak lama akan terinfestasi lagi oleh populasi migran yang datang dari tempat lain.
Karena itu, belajar dari pengalaman sejak Program Nasional PHT dimulai, maka PHTLS perlu didukung untuk menghasilkan efek signifikan dengan peraturan pestisida yang semakin ketat. Salah satu langkah krusial adalah proses registrasi, meskipun problem yang terjadi di lapangan terkait dengan penggunaan yang tidak benar dan berlebihan.
“Registrasi adalah langkah terdepan dalam ‘nasib’ pestisida bisa atau tidak diperdagangkan di Indonesia. Oleh karena itu, lunak ketatnya dan banyak sedikitnya kriteria yang disyaratkan untuk bisa dipenuhi akan menjadi faktor penting dalam menentukan jumlah pestisda yang akhirnya dapat lolos dan diperdagangkan”, katanya saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul Menengok dan Merancang Kembali PHT di Indonesia. (Humas UGM/ Agung)