Tim “Aceh Bangkit” Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada pada hari Selasa, 22 Februari 2005 menyelenggarakan One Day Workshop “Reconstruction and Reconciliation for Aceh: Where to go?” di Ruang Multimedia UGM.
Bertindak sebagai pembicara antara lain: Dr. Nazamuddin (Universitas Syah Kuala); Mawardi Ismail; Fachry Ali; dan Tim Koordinasi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatra Utara (R3MAS) BAPPENAS. Selain itu, hadir pula fasilitator: Ir. Bobi Setiawan, M.A. PhD; Gutomo Priyatmono, S.Sos., M.Si; Dr. Irwan Abdullah; dan Drs. Lambang Trijono, MA.
Menurut Nazamuddin dalam makalah berjudul “Rekonstruksi Ekonomi Provinsi NAD Pasca Bencana Tsunami”, program-program rekonstruksi dan rehabilitasi ekonomi NAD harus dirancang dengan tahapan, yang masing-masing tahap terdapat target-target kuantitatif yang SMART (Specific, Measureable, Attainable, Relevant, dan Time-bond). Kriteria ini diperlukan agar mekanisme monitoring and evaluasi terhadap keberhasilan dapat dilakukan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dapat diatasi sambil berjalan.
“Program-program prioritas jangka pendek (rehabilitasi) dan program-program pemulihan jangka menengah (recovery) mesti dilakukan secara besar-besaran (Big-Push). Hal ini penting karena momentum kesediaan pembiayaan banyak pihak dalam masa rehabilitasi dan recovery tidak hilang. Tentu saja program-program disusun secara matang dan sistematik,” ungkap Nazamuddin.
Lebih lanjut Nazamuddin mengemukakan bahwa dalam tahap pertama, program-program prioritas yang dapat dikerjakan antara lain: (i) Rekonstruksi asset-asset fisik (kantor pemerintah, rumah penduduk, pusat-pusat pelayanan umum) dan menghilangkan hambatan-hambatan infrastruktur dan memulihkan pelayanan masyarakat; (ii) Menumbuhkan kembali kegiatan-kegiatan ekonomi lokal (jump-start) di sektor-sektor perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan pariwisata. Juga menumbuhkan kegiatan-kegiatan produktif yang quick-yielding dan menciptakan pekerjaan agar terjamin penghidupan (livelihood) normal penduduk; (iii) Membangun kelembagaan (institution building) dan melakukan reformasi kebijakan (misal kemudahan prosedur perizinan, menghapus pungutan liar, KKN, dan kebiasaan-kebiasaan yang memberi beban pada biaya ekonomi, untuk menjamin berlangsungnya momentum pemulihan ekonomi; (iv) Melahirkan rekonsiliasi agar perdamaian abadi dapat dimulai dan berlangsung permanen. Harus ada insentif-insentif khusus untuk mendorong hal ini terjadi baik bagi pihak pembuat keputusan di pemerintahan RI, maupun pihak GAM.
“Program proritas di dalamnya: (i) Dukungan bagi penyediaan pelayanan masyarakat bagi penduduk yang akan kembali ke rumah-rumah mereka (antara lain perumahan, air bersih dan sanitasi, pendidikan, kesehatan, dan transportasi); (ii) Rekonstruksi infrastruktur; (iii) Memulihkan kegiatan ekonomi rakyat dengan penyediaan kredit ringan untuk UKM, kredit ringan dan bahan baku untuk pertanian, perkebunan, perikanan, dan proyek-proyek public yang menciptakan lapangan kerja; (iv) Mendukung pemerintah daerah dengan dukungan fiscal yang memadai untuk membiayai belanja operasional (recurrent expenditures), juga bantuan sicial langsung kepada masyarakat tidak mampu; (v) Memperkuat kelembagaan masyarakat dan reformasi kebijakan untuk mendukung tumbuh kembangnya sector swasta agar ekonomi pasar dapat berlangsung kompetitif dan masyarakat menikmati pelayanan yang optimal” ujar Nazamuddin.
Nazamuddin juga menambahkan, seluruh program pemulihan dan rekonstruksi ekonomi NAD jangka panjang harus mengarah pada target-target makro kuantitatif, mencakup: (i) Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun; (ii) Laju inflasi; (iii) Laju pertumbuhan kesempatan kerja; (iv) Struktur ekonomi yang seimbang; (v) Pendapatan per kapita.
Sementara itu, Tim Koordinasi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatra Utara (R3MAS) BAPPENAS mengatakan untuk merehabilitasi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, strateginya: (i) Menetapkan proses pengambilan keputusan yang partisipatif; (ii) Menetapkan perencanaan tata ruang dan isu lokasi dengan masyaakat Aceh dan Sumut; (iii) Mengatasi masalah hak atas tanah; (iv) Membantu pemilik rumah, menggunakan material dan ahli lokal dalam rekonstruksi; (iv) Pengembangan permukiman ke dalam pendekatan terpadu dan multisektoral; (v) Bangun kapasitas dan pengelolaan program yang terdesentralisasi.
“Program prasarana perumahan dan permukiman antara lain: (i) Darurat: Pembangunan penampungan/ barak sementara yang layak dan sehat, Pembangunan sanitasi umum sementara, Pembersih lingkungan dan perbaikan saluran air kotor; (ii) Rehabilitasi: Rehabilitasi perumahan, Penetapan lokasi MCK umum, Rehabilitasi lingkungan dan normalisasi saluran air kotor; (iii) Rekonstruksi: Pembangunan perumahan, Penataan kembali fasilitas umum di perkotaan, pedesaan dan pesisir, dan Pembangunan dan reokasi perumahan dan pemukiman,” tuturnya. (Humas UGM)