Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Prof.Dr. HA. Sudibyakto, M.S., mengatakan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir menjadi ancaman besar bagi Indonesia. Selain merusak ekosistem lahan tropika basah, kebakaran hutan dan lahan akan mempercepat proses perubahan iklim.
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Pulau Sumatera dan Kalimantan pada tahun 2015 telah mencapai 1,5 juta hektar. Kebakaran terjadi akibat rusaknya ekosistem hutan setelah dikonversi menjadi hutan tanaman industri terutama untuk perkebunan kelapa sawit.
Sudibyakto menyampaikan pemulihan kerusakan eksosistem lahan dan hutan yang terbakar memerlukan waktu lebih dari 30 hingga 50 tahun. Oleh sebab itu, dibutuhkan manajemen risiko bencana kebakaran hutan dan lahan secara terpadu dan komperehensif antara kementerian atau lembaga pemerintah dan negara tetangga dalam kerangka kerja “ASEAN Agreement on Disaster Risk Management”.
“Kegagalan mengelola hutan dan lahan gambut akan mempengaruhi perubahan iklim yang menimbulkan dampak luas dimasa mendatang,”jelasnya.
Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana nonalam. Sementara iklim, khususnya El-Nino yang diprediksi akan menguat pada bulan November 2015 tidak berhubungan langsung dengan peristiwa kebakaran yang terjadi saat ini. “El-Nino memang mempengaruhi kekeringan di Indonesia. Ancaman kekeringan akan meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, tetapi bukan penyebab kebakaran,”tuturnya, Kamis (15/10), di UGM.
Lebih lanjut dikatakan Sudibyakto, saat ini yang mendesak adalah menyusun SOP pengendalian kebakaran dan hutan. Hal itu dapat dilaksanakan dengan memperkuat peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Keppres tentang Status dan Tingkatan Bencana sudah mendesak karena menjadi amanat UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,”tandasnya.
Pengamat kebencanaan UGM ini menyebutkan kesiapsiagaan pemerintah daerah dan lembaga terkait dalam penilaian dan manajemen risiko menjadi prioritas pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut seusai dengan kerangka kerja “Sendai Framework for Disaster Risk Reduction” 2015-2030.
Menurut Sudibyakto masyarakat sekitar hutan perlu dilibatkan secara langsung dan lebih pro aktif dalam berbagai kegiatan mitigasi kebakaran hutan dan lahan. Langkah tersebut dilakukan dengan adanya fasilitasi dalam bentuk desa tangguh bencana secara berkesinambungan menuju pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat (Humas UGM/Ika)