Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) Pascasarjana UGM dan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) DIY akan menyelenggarakan Sarasehan: “Budaya Imlek dan Integrasi Bangsa” pada hari Rabu, 23 Februari 2005 di Ruang Seminar Lantai 5 Gedung Pascasarjana UGM.
Sarasehan akan dihadiri oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA; Emha Ainun Nadjib (Budayawan/Kolumnis); Sidik W Martowidjoyo (Maestro Chinese Painting); Prof. Hari Poerwanto (Pakar Sastra China); dan DR. Irwan Abdullah (Antropolog). Selain itu, juga hadir 200 peserta yang berasal dari berbagai kelompok agama, organisasi masyarakat (ormas), LSM, perguruan tinggi, dan lain-lain.
Menurut DR. Irwan Abdulah, Direktur Eksekutif CRCS UGM, sarasehan ini dilatarbelakangi oleh kesadaran perlunya meningkatkan solidaritas, interaksi sosial, dan peran setiap elemen dalam masyaarakat Indonesa tanpa adanya diskriminasi yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, suku, etnis, status sosial, dan sebagainya. Dalam konteks ini, penghilangan sekat pribumi-non pribumi diyakini akan berdampak positif pada akselerasi akulturasi budaya masyarakat Tionghoa dengan budaya lain dalam masyarakat Indonesia. Integrasi budaya Tionghoa dengan budaya lain tersebut akan berdampak pula pada menguatnya integrasi nasional yang akhir-akhir ini diuji dengan berbagai bentuk musibah dan bencana alam yang terjadi di berbagai belahan bumi Indonesia. “Regulasi pemerintah di antaranya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1999 dan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China diharapkan mampu memperluas peran masyarakat Tionghoa dalam pembangunan nasional karena secara kultural, etnis Tionghoa merupakan salah satu aset budaya bangsa yang secara yuridis dijamin dan dilindungi keberadaannya,” ungkap DR. Irwan Abdullah.
Dikemukakan DR. Irwan, Imlek bukan ritual suatu agama, tetapi hanya ungkapan syukur pergantian tahun. Karena itu sejak dua tahun yang lalu, warga Tionghoa yang menganut agama Islam di Yogyakarta melaksanakan perayaan Imlek di masjid setelah mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yogyakarta yang memberikan izin kepada Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) untuk melakukan kegiatan Imlek di Masjid Syuhada, Kotabaru. Tahun ini perayaan Imlek dilaksanakan di kampus UGM dengan melibatkan Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) UGM.
“Imlek yang merupakan saat pergantian waktu, sudah sepatutnya kita syukuri karena seiring dengan bergulirnya waktu, integrasi bangsa Indonesia-meskipun telah mengalami berbagai cobaan yang silih berganti-masih tetap eksis dan survive,” tuturnya.
DR. Irwan juga menambahkan, Imlek sebagai salah satu budaya masyarakat Tionghoa yang diakui keberadaannya merupakan khazanah budaya bangsa yang perlu dilestarikan dan diperingati dengan kegiatan –kegiatan yang positif. “Dengan sarasehan ini dimaksudkan untuk mempertegas peran budaya sebagai wahana pemersatu bangsa,” tegasnya. (Humas UGM)