
YOGYAKARTA – Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan program pengembangan peternakan modern berbasis pertanian terpadu di 15 kabupaten yang memiliki desa rawan pangan. Kegiatan ini melibatkan para sarjana peternakan untuk melakukan pendampingan, budidaya ternak, transfer teknologi dan pemanfaatan limbah ternak untuk pertanian ramah lingkungan.
Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir Ali Agus dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar kepada wartawan usai mengikuti seminar internasional pengembangan peran peternakan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah pedesaan, Selasa (20/10) di Auditorium Fakultas Peternakan.
Ali Agus menuturkan saat ini Fakultas Peternakan telah menjalankan pengembangan peternakan desa berbasis pertanian terpadu. Lewat pendampingan peternak ini diharapkan usaha di bidang peternakan bisa menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. “Ternak berperan penting dalam menghasilkan pupuk padat dan pupuk cair yang bisa menyuburkan lahan,” katanya.
Pengenalan limbah ternak untuk konsep pertanian terpadu ini diharapkan bisa menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkugnan karena berpotensi mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia. “Produk pangan yang dihasilkan pun halal dan baik,” ungkapnya.
Sementara Marwan Jafar menuturkan mayoritas pengeloaan peternakan di Indonesia dikelola secara tradisional. “Realitasnya, peternakan kita masih tradisional, saya sudah keliling ke berbagai daerah. Yang modern biasanya proyek percontohan yang dibuat oleh perguruan tinggi,” ungkapnya.
Meski dikelola secara tradisional menurut Marwan tidaklah buruk, namun apabila memanfaatkan teknologi modern menurutnya akan lebih baik.”Bila dikolaborasi teknologi modern dari perguruan tinggi tentu akan lebih baik namun kapasitas SDM peternaknya perlu ditingkatkan dulu,” paparnya.
Dikatakan Marwan, peternakan berpotensi menjadi sumber mata pencaharian masyarakat yang tinggal pedesaan. Namun, sulitnya akses pelayanan, investasi untuk wilayah pinggiran di banyak desa menyebabkan pengembangan potensi peternakan menjadi lambat. “Perlu ada upaya mendesak membangun masyarakat dari pedesaan dengan dukungan pengembangan dan ilmu pengetahuan serta inovasi tepat guna di pedesaan untuk mewujudkan kemandirian pangan dan pilar ekonomi,” katanya.
Prof Jhon K. Bernard dari College of Agricultural and Environmental Science University of Georgia, Amerika Serikat, mengatakan salah satu persoalan pengembangan peternakan di daerah tropis adalah tingkat stres pada suhu panas yang menyebabkan produksi ternak kurang optimal. Menurutnya, perlu ada modifikasi lingkungan kandang dengan memasang kipas angin ukuran besar. Selain itu, melakukan seleksi genetik pada jenis ternak yang tahan terhadap kondisi stres tersebut sangat diperlukan.
Ia menambahkan kebutuhan terhadap produk peternakan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan naiknya jumlah kelompok kelas menengah, “Kebutuhan pangan itu harus dibarengi dengan riset dan manajemen ternak yang semakin baik,” ungkapnya (Humas UGM/Gusti Grehenson)