
UGM mendesak pemerintah untuk mendeklarasikan bencana kebakaran lahan gambut yang menimbulkan asap pekat sebagai bencana kemanusiaan. Pasalnya, dampak kebakaran hutan lahan gambut di sejumlah provinsi ini tidak hanya menimbulkan kerusakan alam, tetapi menimbulkan berbagai dampak kemanusiaan yang hebat. Salah satunya, di bidang kesehatan asap kebakaran mengakibatkan puluhan ribu warga terserang ISPA . Bahkan kabut asap ini menyebabkan warga kritis hingga merenggut korban jiwa.
“Negara perlu mendeklarasikan bencana asap ini sebagai bencana kemanusiaan. Dengan begitu diharapkan tumbuh sikap solidaritas kemanusiaan seluruh komponen bangsa untuk bergotong-royong mengatasi dampak asap ini,”tegas Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Kamis (22/10) di Ruang Sidang Pimpinan UGM saat menyampaikan Seruan UGM Untuk Aksi Sosial Kemanusiaan Mengatasi Dampak Bencana Asap.
Dengan otoritas yang dimiliki negara diharapkan deklarasi dan seruan tersebut dapat memobilisasi sumber daya publik. Dengan demikian dapat tumbuh energi kolektif gerakan sosial peduli korban asap sebagai perwujudan misi kemanusian dengan melibatkan semua komponen bangsa meliputi perguruan tinggi, ormas, LSM, media massa, dan komponen lain yang memiliki kepedulian nyata pada korban.
“Pemerintah harus segera mengambil langkah cepat mengatasi bencana asap ini disertai dengan langkah-langkah terukur menuju perbaikan mendasar. Sehingga upaya ini harus dipimpin langsung di bawah Presiden sebagai langkah nyata aksi kemanusiaan sebagai agenda prioritas bangsa,”urainya.
Rektor menyampaikan bahwa gerakan sosial mengatasi bencana asap yang terus terulang ini sebagai bagian dari langkah nyata dan menjadi momentum mewujdukan revolusi mental mengawal dan mengontrol program pembangunan. Untuk itu, UGM siap menjadi bagian kekuatan sekalihgus berusaha proaktif dalam gerakan ini.
“UGM siap dalam gerakan ini baik melalui langkah akademik maupun tindakan sosial,”tandasnya.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, yang juga pakar gambut Dr. Satyawan Pudyatmoko, menyampaikan bahwa kebakaran lahan gambut yang selalu terjadi setiap tahunnya akibat adanya kesalahan secara fundamental dalam pengelolaan lahan terutama lahan gambut. Paradigma pembangunan Indonesia selama ini cenderung mengarah pada optimalisasi nilai-nilai ekonomis lahan gambut dengan mengabaikan prinsip kelestarian eksositem.
“Tindakan responsif tidak cukup lagi untuk mengatasi persoalan ini. Harus ada perubahan mendasar terkait paradigma pengelolaan lahan gambut non-drainase,”terangnya.
Sosiolog UGM, Dr. Arie Sudjito mengatakan bahwa upaya pemadaman kebakaran lahan gambut penting dilakukan. Namun begitu, gerakan kemanusiaan untuk membantu korban bencana asap juga harus menjadi perhatian seluruh komponen bangsa.
“Kebakaran ini tidak hanya merusak alam, tetapi juga menimbulkan jatuhnya korban sehingga dalam jangka pendek peru adanya gerakan kemanusiaan untuk menyelamatkan korban,”tuturnya.
Melalui deklarasi bencana kemanusiaan ini masyarakat sipil diharapkan proaktif dan berbagai komponen bangsa lainnya bisa berkonstribusi secara konkret membantu korban bencana asap. Demikian halnya peranan kalangan intelektual sangat dibutuhkan tidak hanya dalam membantu dalam hal teknis saja, namun juga berkontribusi dalam penyusunan kebijakan pengelolaan lahan hutan yang lebih baik serta dalam berbagai aksi kemanusiaan.
Sementara ahli hukum lingkungan UGM, Dr. Harry Supriyono menyebutkan terdapat sejumlah langkah yang harus segera dilakukan dari sisi hukum. Antara lain melakukan audit hukum, audit perijinan, serta penegakan hukum secara terbuka dan transparan. (Humas UGM/Ika)