
Konsekuensi menjadi negara majemuk adalah memiliki pontensi untuk mengalami perbedaan antar satu keyakinan dengan keyakinan yang lain. Perbedaan ini akan menjadi kekayaan taktala masyarakat Indonesia menjunjung tinggi toleransi. Pada realitasnya, pergesekan yang terjadi atas nama perbedaan masih terjadi di Indonesia. Kondisi sepeti ini mengundang keprihatinan Youth Studies Centre (YouSure) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM dengan mengadakan Seminar bertajuk Pemuda Menolak Diskriminasi dan Intoleransi, 27 Oktober 2015.
“YouSure memiliki perhatian terhadap diskriminasi dan intoleransi. Harapannya, anak-anak muda melalui pemikiran-pemikiran kritisnya dapat menemukan gagasan-gagasan terbarukan untuk mengatasi diskriminasi maupun intolerensi,” kata Direktur YouSure, Dr. M. Najib Azca.
Ia mengatakan pemuda sebagai garda terdepan diharapkan dapat berkontribusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia, khususnya di bidang krisis toleransi ini. Untuk menjawab permasalah ini, YouSure melakukan pengkajian terhadap masalah intoleransi dan diskriminasi dari sudut pandang agama, gender, pendidikan, ras, etnis dan disabilitas.
Sementara itu, Dekan Fisipol UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si mendukung penuh kegiatan tersebut . Ia melihat transisi Indonesia pada masa Orde Lama ke Orde Baru telah mengalami perubahan nilai. Kebebasan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia pasca tahun 1998, berubah menjadi kebebasan dalam mendominasi. Akibatnya, kaum minoritas dikalahkan oleh kaum mayoritas yang memiliki kekuatan untuk melakukan dominasi.
“Ironinya, kebebasan yang kita dapatkan pasca 1998 berubah menjadi dominasi terhadap kaum minoritas. Diskusi ini diharapkan bisa menumbuhkan rasa toleransi serta menekan diskriminasi melalui tema yang didiskusikan pada hari ini,” kata Erwan (Humas UGM/Putri)