Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Indonesia masih cukup tinggi. Data WHO mencatat Indonesia berada di peringkat sembilan dunia dengan persentase BBLR lebih dari 15,5 persen dari kelahiran bayi setiap tahunnya.
“Indonesia masuk 10 besar dunia kasus BBLR terbanyak, sementara kasus tertinggi di kawasan Asia Selatan seperti India dan Bangladesh,” kata Dr. Ekawaty L. Haksati., Sp.A(K)., MPH,IBCLC., pakar Perinatologi Bagian Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Senin (16/11).
Eka mengatakan kondisi BBLR dikarenakan kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu atau bayi prematur. Selain itu, bayi dengan kelahiran cukup bulan, tetapi mempunyai berat badan kurang dari 2.500 gram.
Tingginya angka kelahiran BBLR di Indonesia salah satunya dikarenakan masih kurangnya asupan gizi yang mencukupi pada janin dan ibu. Selain itu, aktivitas ibu yang padat berpotensi meningkatkan stres.
“BBLR ini juga banyak terjadi pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan,” terangnya.
Wanita yang memiliki riwayat melahirkan prematur maupun keguguran juga memiliki kemungkinan melahirkan prematur di kehamilan berikutnya. Lalu, ibu hamil di usia muda kurang dari 20 tahun dan hamil di usia lebih dari 35 tahun patut mewaspadai kehamilannya karena berisiko melahirkan bayi prematur. Begitu pula pada kehamilan kembar dan ibu pengguna obat rentan melahirkan bayi prematur.
“Untuk mencegah kelahiran prematur ibu harus sehat dengan kecukupan nutrisi dan rutin check up kehamilan,” tegas Kepala Instalasi Maternal Perinatal (IMP) RS Dr. Sardjito ini.
Apabila sudah diketahui janin memiliki berat kurang dari 2.500 gram, Eka mengimbau masyarakat untuk bersikap bijak dalam memilih tempat persalinan nantinya. Tempat persalinan yang tepat dilengkapi fasilitas yang memadai diharapkan dapat menyelamatkan BBLR.
“Kalau di USG terdeteksi BBLR, melahirkannya ya harus di tempat yang sesuai. Jangan sampai di tempat yang tidak tepat sehingga tidak tertangani dengan baik,” katanya.
Saat ditemui di Klinik Laktasi IMP, RS. Dr. Sardjito, Eka menyampaikan bahwa kelahiran prematur ini menjadi penyumbang kematian tertinggi pada bayi. Data WHO tahun 2013 menunjukkan angka kelahiran bayi di Indonesia pada tahun 2010 terdapat 4.371.800 jiwa. Sementara dari jumlah tersebut 15,5 per 100 kelahiran hidup atau sebanyak 675.700 jiwa terlahir prematur.
Lebih lanjut dijelaskan Eka, bayi prematur merupakan kelompok bayi dengan risiko tinggi. Terlahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu membuat organ tubuh bayi belum matang sehingga berisiko tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti pada sistem pernafasan, jantung, pencernaan, pendengaran, mata, serta mudah terkena infeksi karena sistem kekebalan tubuh yang belum baik.
”Karenanya BBLR butuh perawatan khusus dengan baik dan benar,” tandasnya.
Perawatan Kangguru
Eka menyampaikan bahwa bayi prematur maupun bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram terlahir dengan suhu tubuh yang rendah. Karenanya, sangat penting untuk mempertahankan suhu tubuh bayi agar tidak mengalami hipotermi.
“Perawatan bayi lekat atau Kangaro Mother Care (KMC) dengan sentuhan kulit ke kulit antara bayi dan ibu mempunyai banyak manfaat bagi perkembangan BBLR,” jelasnya.
Perawatan metode kangguru ini merupakan cara yang murah, aman, dan mudah untuk diterapkan. Sentuhan kulit ke kulit antara ibu dan bayi mampu membuat bayi merasa hangat dan nyaman layaknya di rahim ibu. Dengan perawatan tersebut tidak hanya dapat mempertahankan suhu bayi, tetapi juga meningkatkan ikatan emosi antara ibu dan bayi serta meningkatkan ketahanan hidup pada bayi.
“Dengan begitu memperpendek perawatan di rumah sakit,” katanya.
Perawatan kangguru ini juga membantu menyiapkan ibu untuk merawat bayi prematur maupun BBLR di rumah. Tidak hanya itu, juga melatih ibu cara menyusui yang baik dan benar.
Eka mengatakan untuk melakukan perawatan bayi lekat ini bisa dilakukan untuk bayi dengan berat lahir dibawah 2.500 gram. Bayi memiliki kondisi umum baik dan stabil serta tidak memiliki kelainan bawaan mayor.
“Bayinya dalam keadaan stabil dan ibunya juga sehat,” terangnya.
Dengan metode perawatan ini diharapkan mampu menyelamatkan hidup bayi prematur maupun BBLR dan dapat memiliki tumbuh kembang normal. Oleh sebab itu, pemantauan kesehatan pada bayi-bayi tersebut harus dilakukan secara kontinu agar memiliki kualitas hidup yang baik.
“Melalui penanganan yang baik dan benar diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan kualitas hidup bayi. Dengan begitu mampu menurunkan beban kesehatan nasional untuk perawatan BBLR,” paparnya. (Humas UGM/Ika)