Sastrawan, Goenawan Mohamad, mengatakan bahwa kritik sastra tidak selalu diperdengarkan secara bersamaan. Artinya, kritik dapat dilakukan tanpa mendengarkan gema sastra. Hal ini dikemukakan Goenawan Mohammad dalam “Seminar Politik Kritik Sastra di Indonesia” di PKKH UGM, Selasa (24/11).
Ia menambahkan untuk membahas tentang politik, termasuk kritik sastra, muncul beragam perspektif. Ada politik dalam arti kebijakan atau politik dalam arti partai. Ia mengutip pendapat Bung Karno yang mengatakan bahwa politik adalah penghimpunan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan. Pernyataan Bung Karno tersebut berada pada konteks dan konsekuensi yang berbeda dengan sekarang.
“Jika politik sekarang dimaknai sebagai kekuasaan tentu disitu ada legitimasi yang kekal. Dewasa ini agaknya tak ada yang menulis kritik sastra dengan premis bahwa apa yang diutarakannya akan memberi bentuk kepada sastra yang sedang dan akan diciptakan,” kata Goenawan Mohammad.
Ia mencontohkan kritik sastra di Eropa yang lebih panjang mendiskusikan sejarah kritik sastra. Bahkan, ketika seorang Lonesto yang kesal berhadapan dengan para kritikus kemudian mengecilkan arti kritikus hanya sebagai murid, bukan sebagai kepala sekolah karya sastra. Goenawan memberikan pandangannya bahwa perdebatan antara kritik dan sastra tidak perlu terjadi.
“Dalam kesempatan ini saya hanya akan berusaha menjawab mengapa ketegangan itu tak perlu terjadi dan tak terjadi lagi,” ungkapnya.
Seminar nasional ini berlangsung hingga malam hari dengan 16 pembicara yang sebelumnya telah mengikuti seleksi tulisan. Beberapa pembicara tersebut diantaranya Muhhamad Al-Fayyadi, Hamzah Muhammad, Wijaya Herlambang, Faruk HT, Katrin Bandel,Bandung Mawardi, Muhidin M Dahlan, Endhiq Anang, RM Kurniawan Master Desiarto, Narudin,Tia Setiadi, I. B. Putera Manuaba, Yongky Gigih Prasisko, Wahyu Heriyadi, Yoeph Yapi Taum dan Esha Tegar Putra.
Aisyah Hilal selaku manajer PKKH UGM berharap melalui seminar nasional ini para peserta dapat melahirkan berbagai macam pertanyaan yang siap untuk didiskusikan kembali pada seminar-seminar mendatang. Dengan demikian, bermula dari kegelisahan atas pertanyaan tersebut akan lahir tulisan-tulisan yang berkualitas (Humas UGM/Putri)