
Fakultas Peternakan UGM meraih juara 1 dalam Lomba Inovasi Tepat Guna Nasional (ITGN) yang diselenggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Jambi. Muhammad Hidayat dan Hanif Yoga Pratama adalah mahasiswa yang mewakili Fakultas Peternakan UGM dalam lomba yang diselenggarakan pada 27 – 29 November di Jambi tersebut. Karya yang diangkat oleh dua mahasiswa tersebut adalah Pemanfaatan Kulit Buah Kakao untuk Pengembangan Perkebunan Kakao dan Peternakan Rakyat di Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Karya ini merupakan hasil inovasi teknologi untuk masyarakat Taluditi, Pohuwato, Gorontalo pada saat pelaksanaan KKN PPM UGM 2015 Unit Gorontalo 02.
Menurut Muhammad Hidayat, Taluditi sebagai sentra penghasil kakao terbesar di Gorontalo ternyata masih memiliki tingkat produktivitas kakao yang rendah, yaitu 266kg/ha/tahun dibanding standar nasional 800kg/ha/tahun. Hal ini disebabkan karena tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Salah satu persebaran hama dan penyakit kakao adalah melalui kulit buah kakao (KBK) yang hanya ditinggal di dalam kebun kakao tanpa ada penanganan khusus.
“Hama yang banyak dijumpai pada saat observasi lapangan KKN adalah Heloopeltis antonii, Penggerek Buah Kakao (PBK), sedangkan penyakit yang banyak dijumpai adalah buah membusuk hitam disebabkan oleh jamur Phytopthora palmivora,” kata Hidayat, Jumat (4/12)
Berdasarkan hal tersebut, tim KKN PPM UGM mencoba untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan cara pemberantasan hama sistem terpadu, yaitu dengan memanfaatkan kulit buah kakao (KBK) sebagai pakan ternak. Menurut Hidayat pemanfaatan KBK diharapkan dapat memotong siklus hama dan penyakit tanaman kakao sehingga produktivitas kakao pun meningkat. Sayangnya, upaya pemanfaatan KBK terkendala dengan sifat KBK yang mudah membusuk karena memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu 85,5%, sedangkan panen raya kebun kakao di Taluditi berlangsung 2 kali dalam setiap tahunnya, sehingga apabila panen raya maka produksi KBK tidak dapat dimanfaatkan untuk ternak secara keseluruhan.
“Perlu dilakukan sentuhan teknologi dengan cara silase, yaitu teknologi pengawetan pakan dengan proses pengasaman secara anaerob (kedap udara) dengan bantuan bakteri asam laktat. Silase dirasa menjadi inovasi teknologi tepat guna masyarakat Taluditi karena prosesnya yang sederhana dengan memasukkan KBK ke dalam tong fermentor tanpa perlu adanya tambahan bahan apapun,” katanya.
Ia menjelaskan adanya teknologi yang sederhana ini dapat diterima oleh masyarakat sebelum nantinya dikembangkan teknologi lebih lanjut dalam skala industri. Selain itu, adanya silase ini juga dapat membuat keberlanjutan pemberian KBK yang stabil karena silase KBK terbukti dapat mengawetkan KBK hingga 6 bulan. Hasil analisis suplementasi pemberian KBK dapat mencukupi kebutuhan nutrien untuk sapi dan analisis daya tampung menghasilkan kapasitas tampung ternak di Taluditi sebesar 575 ekor/hari untuk bobot sapi 250 sampai 300 kg (Humas UGM/Satria)