
Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari, mengatakan sebanyak 26 juta petani di Indonesia yang mengikuti sensus pertanian pada tahun 2013 diketahui hanya 30 persen saja yang menjadi anggota kelompok tani. Padahal, banyak bantuan dan program yang dijalankan pemerintah lewat Gapoktan. Dengan demikian banyak program yang dicanangkan pemerintah tidak dirasakan sebagian besar petani. “Selama ini bantuan lewat kelompok tani, padahal hanya 30 persen saja yang jadi anggota kelompok tani,” kata Jamhari dalam Diskusi yang bertajuk ‘Mewujudkan Keswadayaan Petani Melalui Penguatan Usaha dan Kelembagaan’ yang berlangsung di Jogja Plaza Hotel Yogyakarta, Kamis (10/12).
Jamhari mengatakan dari sensus tersebut, diketahui hanya 4 persen dari petani yang memanfaatkan jasa koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha tani. “Padahal dulu ada kelembagaan petani lewat KUD, tapi kini tidak banyak yang membicarakan KUD lagi,” katanya.
Jamhari mendesak pemerintah untuk segera membentuk kelembagaan ekonomi baru bagi petani yang melibatkan seluruh unsur petani. Desain kelembagaan itu dengan skala besar dan jejaring korporasi. Menurutnya, masalah petani bukan hanya soal sempitnya lahan yang digarap, tapi juga dari sisi pendapatan yang dirasa tidak mencukupi. “Dari sensus itu diketahui bahwa 47 persen petani mengaku pendapatan mereka tidak cukup,” katanya.
Sementara itu Dr. Bambang Adi Winarso, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rilis yang dikirim pada wartawan mengatakan penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan ekonomi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak agar petani dapat bersaing dan mandiri. “Desain kelembagaan petani harus dibangun dengan melakukan reorganisasi kelembagaan,” ujarnya.
Penguatan kelembagaan petani, menurutnya, dilakukan dengan pengembangan industrialisasi pedesaan berbasis pertanian dan pengembangan fasilitas permodalan pedesaan dan pasar. (Humas UGM/Gusti Grehenson)