
Perubahan pola penyakit dan gaya hidup manusia mendorong peningkatan penyakit tidak menular dan degeneratif seperti diabetes, stroke, dan penyakit lainnya. Berbagai penyakit ini pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit atau kerusakan syaraf manusia.
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K) Onk., menyampaikan bahwa penelitian dan pengembangan ilmu syaraf di Indonesia masih terbatas. Padahal bidang ini sangat strategis dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Menurutnya pengelolaan penyakit syaraf degeneratif membutuhkan adanya pengetahuan dan keterampilan secara komperehensif. Karenanya kolaborasi sinergis antara stakeholder, peneliti, dan petugas medis dengan pendekatan komperehensif ilmu medis dasar dan klinik sangat dibutuhkan.
“Kolaborasi antara ilmu dasar dan klinik perlu lebih ditingkatkan untuk mengeksplorasi sistem syaraf dan patologinya,” tuturnya, Jum’at (11/12) saat membuka Seminar “Translational Neurosciehnce: Bridging the Gaps between Basic Medical and Clinical di FK UGM.
Menjembatani kesenjangan antara peneliti akademik dan petugas medis , kata dia, menjadi tantangan besar di Indonesia. Namun, hal itudapat dilihat sebagai kesempatan pengembangan lebih lanjut dalam bidang ilmu syaraf di masa depan.
“Harapannya dengan kegiatan ini bisa meningkatkan kualitas manajemen penyakit syaraf dengan meningkatkan pemahaman kedokteran berdasar bukti dalam upaya pencegahan, diagnosa, serta manajemen penyakit,” urainya.
Sementara Ketua panitia seminar, dr. Rina Susilowati, Ph.D., mengatakan melalui kegiatan ini diharapkan bisa meningkatkan kerja sama antara peneliti ilmu dasar dengan petugas medis. Pasalnya selama ini belum ada kerjasama optimal antara keduanya.
Rina menyebutkan acara ini diikuti sebanyak 171 peserta dari kalangan peneliti dan klinik. Selama dua hari, tanggal 11-12 Desember 2015 akan dipeesentadikan 72 abstrak penelitian terkait ilmu syaraf. Adapun 32 diantaranya disampaikan secara oral dan 40 lainnya berupa poster. (Humas UGM/Ika)