Ketidakmampuan Ernst & Young ShinNihon LLC sebagai auditor independen PT. Thosiba dalam mengungkap penggelembungan laba senilai US$ 1.22 miliar sejak tahun 2008 melengkapi berita tentang kegagalan auditor menerapkan skeptisisme profesional. Kegagalan penerapan skeptisisme profesional yang tepat oleh auditor ditengarai sebagai salah satu penyebab terjadinya defisiensi dan kegagalan audit, yang kemudian dapat berdampak pada memburuknya reputasi jasa audit dan timbulnya krisis kredibiitas.
Drs. Rusmawan W. Anggoro, MSA melihat hal ini sebagai suatu permasalahan defisiensi yang turut dihadapi profesi auditor di Indonesia. “Profesi auditor di Indonesia menghadapi masalah defisiensi audit yang timbul karena kurangnya penerapan skeptisisme profesional dan meningkatnya kompleksitas pelaporan keuangan, serta masalah terkait terbatasnya akuntan dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan membebaskan pasar tenaga kerja termasuk akuntan di awal tahun 2016,” ujarnya saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Senin (14/12) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Dalam disertasinya yang berjudul ‘Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Tekanan Waktu, dan Sanksi terhadap Skeptisisme Profesional Auditor’, Rusmawan mengkaji tiga isu pokok, yaitu adanya peluang calon auditor dari berbagai jurusan pendidikan formal, defisiensi dan kegagalan audit karena ketidaktepatan penerapan skeptisisme profesional dan perlunya mekanisme untuk memitigasi defisiensi dan kegagalan audit dengan meningkatkan skeptisisme profesional auditor, serta mengeksplorasi peran skeptisisme profesional dalam meningkatkan kualitas audit melalui perilaku skeptis.
Ia mengkonfirmasi temuan riset-riset sebelumnya, salah satunya terkait pengaruh negatif tekanan waktu berlebihan terhadap kualitas audit, serta efektivitas penerapan sanksi melalui mekanisme reviu pada tingkatan tertentu untuk memitigasi perilaku menyimpang auditor.Selain itu, menurutnya, auditor dengan latar belakang pendidikan akuntansi dalam konteks audit laporan keuangan memiliki professional state lebih tinggi dibandingkan yang lain.
“Perolehan pengetahuan dari pendidikan formal dengan perolehan pengetahuan dari pengalaman kerja tidak sepenuhnya dapat saling menggantikan,” jelasnya.
Oleh karena itu, menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) bagi calon akuntan yang berlatar belakang pendidikan formal non-akuntansi dapat menghemat waktu dan biaya dalam menciptakan auditor yang baik. (Humas UGM/Gloria)