
Jumlah insinyur per satu juta penduduk di Indonesia lebih kecil dibandingkan sesama negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, atau Vietnam. Banyak lulusan teknik yang belum memiliki sertifikasi sebagai insinyur profesional. Padahal, untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, tuntutan terhadap kualifikasi profesional bagi sumber daya manusia menjadi sangat diperlukan, termasuk dalam bidang keteknikan.
“Insinyur di Indonesia harus memiliki kualifikasi, setidaknya untuk mampu bersaing dalam level APEC, sertifikasi sebagai insinyur profesional merupakan suatu tuntutan bagi kesetaraan yang diakui secara internasional,” jelas Ir. Rudianto Handojo, IPM, pengamat perkotaan dan anggota dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Menurut UU No. 11 tahun 2014 yang mengatur tentang profesi insinyur, seseorang dapat disebut sebagai insinyur jika sudah memperoleh gelar profesi di bidang keinsinyuran. Karena itu, seorang sarjana teknik yang ingin mendapat gelar insinyur harus mengikuti program profesi selepas menyelesaikan program sarjana. Hal ini melatarbelakangi kerja sama yang dilakukan antara Fakultas Teknik UGM dengan Persatuan Insinyur Indonesia untuk menyelenggarakan program Kegiatan Sertifikasi Insinyur Profesional melalui Program Pembinaan Profesi Insinyur dan Workshop Pengisian Formulir Aplikasi Insinyur Profesional (FAIP), Kamis (17/12) di Fakultas Teknik UGM.
Kegiatan yang diikuti oleh 243 dosen Fakultas Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para dosen, khususnya sehubungan dengan pemberlakuan Undang-Undang Keinsinyuran. Melalui program ini, dosen-dosen Fakultas Teknik UGM akan didaftarkan untuk menjadi anggota PII dan mendapatkan sertifikasi insinyur profesional. Kegiatan ini, menurut Sekretaris Jenderal Badan Kejuruan Teknik Industri PPI, Ir. Catur Hernanto, MM, IPM, sudah diadakan beberapa kali bekerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia.(Humas UGM/Gloria)