
Kebutuhan akan tenaga aktuaris semakin diperlukan seiring makin tumbuhnya industri di Indonesia. Sejak tiga tahun lalu Otoritas Jasa Keuangan meluncurkan program mencetak 1000 tenaga aktuaris namun hingga saat ini hanya ada 400-an. Kerja sama pendidikan profesi aktuaria antara Asuransi Jasindo dan UGM, didukung oleh OJK dan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) merupakan salah satu upaya untuk mencetak tenaga aktuaris baru.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama FMIPA UGM, Prof Mudasir, mengatakan kerja sama dalam pendidikan profesi aktuaria ini menurutnya bisa menarik minat mahasiswa untuk bekerja sebagai tenaga aktuaris setelah lulus. “Pemerintah memiliki program mencetak 1000 aktuaria. Sudah ada aturan setiap perusahaan minimal punya satu aktuaria. Selama ini banyak aktuaris tidak berasal dari Indonesia,” katanya.
Narstiti Eviat Lutfi, Deputi Direktur Jasindo, menuturkan industri asuransi nasional menghadapai era keterbukaan pasar tenaga kerja. Tidak menutup kemungkinan, aktuaris dari luar sudah mulai masuk ke Indonesia. “Apakah kita akan memberikan kesempatan kepada mereka atau kita sendiri memenuhi kebutuhan industri? Kita harus mempersiapkan sdm asuransi,” katanya.
Menurutnya, kerja sama antara UGM dan Jasindo diharapkan mampu mencetak lulusan aktuaris handal yang akan dibutuhkan banyak perusahaan. “Jasindo berharap kerja sama ini menjadi sinergi yang kuat untuk mencetak aktuaris. Cukup terbuka peluang tenaga aktuasi untuk berkiprah di dunia industri asuransi,” paparnya.
Presiden Aktuaris Indonesia (PAI) Rianto Ahmadi Djojosugito, mengatakan jumlah anggota PAI saat ini sekitar 400-an orang. Itu pun sudah banyak yang sudah tidak aktif. “Kita kekurangan aktuaris di dunia industri,”katanya.
Ia menambahkan tenaga aktuaris juga sangat diperlukan di perusahaan asuransi. Ia menyebutkan ada 119 perusahaan asuransi di Indonesia, terdiri dari asuransi jiwa dan asuransi umum. “Di asuransi sebenarnya sudah punya aktuaris, namun masih tetap kekurangan,”katanya.
Untuk mencetak banyak tenaga aktuaris, Rianto berpendapat universitas seharusnya banyak membuka prodi aktuaria. Namun, usaha tersebut tidak mudah karena membutuhkan proses yang panjang. Meski begitu, kata Rianto, beberapa universitas negeri dan swasta juga telah bersedia membuka prodi aktuaria dalam beberapa tahun mendatang. “Penguatan SDM itu ada di universitas. Saya bermimpi prodi Aktuaris bisa dibentuk secepatnya di Indonesia,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)