
Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Si., menilai Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) perlu dirancang ulang secara sitemik-holistik. Perubahan fundamental harus dilakukan agar RUU Kamnas memenuhi standar yuridis-akademik.
Menurutnya, dalam penyelenggaraan keamanan nasional perlu menggunakan paradigma baru. Paradigma yang bersifat proaktif, holistik, serta berkesinambungan.
“Paradigma yang dipakai bukan sekadar reaktif tapi harus proaktif. Bukan parsialistik, melainkan holistik. Bukan temporer melainkan berkesinambungan,” paparnya dalam konsultasi publik tentang RUU Kemanaan Nasional, di Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta, Senin (21/12).
Untuk itu, dikatakan Sudjito, RUU Kamnas perlu dirancang melalui perubahan fundamental, baik substansi, struktur, maupun budaya hukumnya. Bukan sekadar perubahan tambal-sulam atau inkrementalistik.
Argumentasi yuridis-akademik dan wawasan nasional berdasarkan filosofi Pancasila perlu dikemukakan secara rinci dan gamblang dalam naskah akademik. Dengan begitu perubahan fundamental tersebut diharapkan dapat menjadi realitas dan diterima semua pihak dengan legawa.
“Upaya untuk merancang ulang secara sistemik-holistik atas RUU Kamnas versi 14 Desember 2015 dengan menggunakan naskah akademik sebagai acuan sangat diharapkan agar RUU tersebut nantinya memenuhi standar yuridis-akademik,” tegasnya.
Sementara itu, Dirjen Pothan (Potensi Pertahanan), Kementerian Pertahanan, Dr Timbul Siahaan menyebutkan RUU Kamnas tidak akan mengubah peran TNI sebagaimana UU No. 34/2004 tentang TNI, yang dengan tegas diamanatkan mengemban tugas OMP (Operasi Militer Perang), dan OMSP (Operasi Militer Selain Perang).
“Karenanya tidak terdapat ruang dalam RUU Kamnas untuk mengembalikan peran TNI seperti pada masa Orde Baru,” katanya dalam sambutan yang dibacakan Sesditjen Pothan, Brigjen TNI Eko Budi S.
Disamping itu, RUU Kamnas tidak mendegradasi peran Polri sebagaimana telah diatur dalam UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Namun, RUU ini justru mempertegas peran Polri secara organisasi, tugas, dan fungsinya. Bukan untuk mereduksi peran Polri seperti dikhawatirkan sebagian kalangan.
“RUU Kamnas pun tidak bertentangan dengan UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 40/1999 tentang Pers sehingga tak benar bila RUU Kamnas akan mengurangi keterbukaan informasi publik dan kebebasan pers,” katanya.
Ditambahkan Timbul, pada proses sebelumnya telah dilakukan harmonisasi dalam RUU dan sudah tidak bertentangan dengan UU No. 17/2011 tentang Intelijen dan UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Sementara, agar pengelolaan kemananan nasional bisa berjalan efektif dan efisien dan mengedepankan pengambilan keputusan bersifat demokratis perlu dibentuk Dewan Kemanan Nasional (DKN) yang melibatkan unsur masyarakat.
Edy Prasetyono, Ph.D., dosen Departemen Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Indonesia, menyampaikan pembuatan undang-undang tentang Kamnas harus dilakukan. Kendati begitu diiringi dengan amandemen beberapa undang-undang seperti UU No. 2/2002 tentang Kepolisisan Republik Indonesia dan UU No.34/2004 tentang TNI.
“Perlu dipikirkan juga UU tentang tugas perbantuan TNI dan juga pembentukan Dewan Keamanan Nasional,” terangnya. (Humas UGM/Ika)