Tidak banyak perusahaan di Indonesia yang mengumumkan labanya dengan menyertakan informasi sukarela seperti penjelasan manajemen terhadap peristiwa khusus atau informasi prospektus. Sebagian besar hanya mengumumkan labanya dengan informasi yang bersifat mandatori seperti pengungkapan laba periode lalu. Padahal, strategi pengungkapan informasi laba patok duga tunggal maupun multipel berpengaruh terhadap perilaku mengestimasi laba masa depan.
“Pengungkapan informasi positif menyebabkan individu mengestimasi laba masa depan lebih tinggi dibandingkan laba berjalan, sementara pengungkapan informasi negatif menyebabkan individu mengestimasi laba masa depan lebih rendah dibandingkan dengan laba berjalan,” ujar Sri Wahyuni, S.E., M.Si. saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Senin(21/12) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Dalam disertasinya, ia menggali dimensi-dimensi perilaku dan psikologi bagi pembuat keputusan dengan harapan menemukan strategi pengungkapan informasi yang tepat untuk meningkatkan kualitas prediksi. Hasil penelitian yang ia lakukan mendukung teori multiple reference point yang menunjukkan bahwa strategi pengungkapan informasi patok duga dalam pengumuman laba mempunyai kandungan reaksi, yaitu digunakan sebagai pertimbangan untuk mengestimasi laba masa depan. Selain itu, ia juga mendukung teori anchoring-adjustment serta teori prospek, di mana investor dan non-investor akan bereaksi lebih besar untuk informasi negatif dibandingkan untuk informasi positif.
Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas kebijakan badan pembuat regulasi seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyusun pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. “ Pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan kepentingan para pengguna informasi dan beragam informasi akuntansi yang relevan dalam pembuatan keputusan bisnis, serta memahami strategi pengungkapan informasi laba dan beragam bias judgement yang muncul,” tambah Sri. (Humas UGM/Gloria)