Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam operasional perusahaan, disamping faktor permodalan dan pemasaran. Namun ironisnya, justru faktor tenaga kerja sering dikesampingkan oleh perusahaan. Pertimbangannya, tenaga kerja mudah untuk didapatkan karena setiap orang dianggap membutuhkan pekerjaan, sehingga perusahaan terkadang mengabaikan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Akibatnya, banyak tenaga kerja yang bekerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Jika perusahaan tidak mampu untuk mengelola dan memberdayakan tenaga kerja yang ada, maka hal tersebut dapat menghambat operasional perusahaan dan dampak terburuknya adalah kolapsnya perusahaan. Untuk itu, pemilihan tenaga kerja yang tepat menjadi sangat penting.
Hal tersebut disampaikan Retno Pramudyastuti dalam Talkshow “Strategi Jitu Memasuki Dunia Kerja” yang diselenggarakan oleh Program Diploma Fakultas Ekonomi UGM pada tanggal 21 Mei 2005 di Gedung UC UGM.
Menurutnya, saat ini istilah tenaga kerja lebih populer disebut dengan sumber daya manusia karena “tenaga kerja” berkonotasi manusia bekerja hanya dengan tenaga saja, tidak dengan akal dan pikiran. Sedangkan sumber daya manusia (SDM) lebih menekankan pada optimalisasi kemampuan manusia, baik tenaga, akal, dan pikiran. Kebutuhan SDM yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang kompeten adalah kebutuhan yang fundamental bagi perusahaan.”Kebutuhan SDM seperti itu akan selalu berubah sejalan dengan perubahan kebutuhan bisnis. Oleh sebab itu, manajemen harus selalu mencari, mengembangkan dan mempertahankan SDM yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan,” ungkapnya.
Bu Retno juga mengemukakan, perencanaan rekrutmen dan seleksi merupakan langkah penting dalam proses penjaringan calon karyawan yang potensial bagi perusahaan. Proses ini seringkali menimbulkan konsekuensi biaya yang tinggi. Oleh karena itu, cost effectiveness dari suatu program penjaringan harus dipertimbangkan secara seksama. Investasi pada SDM menghadapi resiko yang tidak kecil. Sekali keputusan rekrutmen atau penjaringan calon karyawan baru diputuskan, kemudian diseleksi, manajemen “tidak boleh salah” dalam mengambil keputusan. “Padahal, salah satu atau tidaknya suatu keputusan itu diambil, akan dibuktikan nanti ketika calon karyawan telah bekerja dalam perusahaan dan berhadapan dengan dua kemungkinan secara ekstrem: Pertama, karyawan tersebut sukses dan mampu memberikan kontribusinya secara positif terhadap perusahaan. Dan kedua, karyawan tersebut gagal dan kemampuannya tidak bisa dikembangkan,” ujarnya.
Dengan demikian bu Retno berharap, untuk meminimumkan resiko dalam investasi SDM, pada tahap awal, perencanaan rekrutmen dan seleksi harus mampu menjadi filter yang tepat. “Oleh sebab itu, sebelum rencana rekrutmen dan seleksi dijalankan, recruiter atau tim penjaringan harus melihat kembali deskripsi jabatan sebagai prasyarat proses rekrutmen dan seleksi,” tuturnya. (Humas UGM)