
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia terjadi akibat akumulasi dari berbagai persoalan yang muncul secara alami ataupun karena kesengajaan manusia. Kondisi alam yang memicu terjadinya kebakaran, seperti musim kemarau, memang tidak dapat diubah. Namun, fenomena ini merupakan kejadian berulang yang waktunya pun sudah dapat diprediksi. Maka, hal ini semestinya sudah dapat diantisipasi sebelumnya dengan upaya-upaya strategis untuk mencegah kebakaran lahan.
“Kita perlu mengerti mana kawasan-kawasan yang rawan kebakaran, dan antisipasi sebelum hot spot muncul,” ujar Prof. Dr. HA Sudibyakto, MS dalam diskusi bulanan Pusat Studi Bencana UGM, Senin (28/12) yang membahas mengenai penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana UGM ini menjelaskan bahwa kunci utama terhadap permasalahan yang ada, yaitu pihak-pihak yang terkait perlu sama-sama berkontribusi, bukan justru saling menyalahkan. Ia menegaskan bahwa karhutla merupakan sesuatu yang dapat dicegah.
Permasalahan lain yang dapat menyebabkan karhutla adalah pengambilan kebijakan yang salah oleh pemerintah pusat maupun daerah, yang secara tidak langsung berpotensi menimbulkan kebakaran. Kebijakan ini misalnya pemanfaatan cadangan air di hutan untuk irigasi lahan pertanian sehingga dapat menguras persediaan air di wilayah kubah. “Kebijakan ini salah, karena untuk menjaga lahan gambut tetap lembab diperlukan ketersediaan air yang cukup di kubah untuk merembeskan air ke zona lahan di bawahnya ketika tidak ada hujan,” jelas Azwar Maas selaku Ketua Pokja Karhutla Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Membiarkan gambut tetap lembab dan menjaga keseimbangan hidrologi, menurutnya, merupakan aksi pencegahan yang tepat.
Sementara itu, dosen Fakultas Hukum, Prof. Dr. Sudjito, SH, MSi., menyatakan pentingnya strategi hukum dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan. Ketika membicarakan soal hukum, muncul pertanyaan mengenai hukum mana yang digunakan, dan bagaimana mendayagunakan hukum secara efektif dan adil. Dalam hal ini, menurut Sudjito, strategi yang tepat adalah penanganan masalah dengan menggunakan konsep hukum progresif dengan melibatkan semua komponen bangsa serta memasukkan aspek moral dengan orientasi penanganan yang dirumuskan secara konkret, dan memobilisasi hukum yang ada secara multidimensional. (Gloria/Humas UGM)